TIDAK perlu menjadi polemik tentang Pelarangan Kegiatan-Aktifitas FPI. Ini persoalan facet HTN, HAN dengan dampak Hukum Pidana apabila dilakukan pelanggarannya, dan karenanya Keputusan Pemerintah melalui SKB memiliki legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Karenanya patut diapresiasi dan didukung penuh oleh semua komponen bangsa. Dari penelitian oleh Kementerian Dalam Negeri ini, AD/ART FPI ini bertentangan dengan UU Ormas sebagaimana telah ditegaskan pada Pasal 1 UU No. 16/2017 tentang Ormas, dan Kementerian Dalam Negeri sampai sekarang tidak menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar bagi FPI. Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia memiliki kewenangan melakukan evaluasi status hukum ormas sebagai badan hukum, dan FPI tidak pernah terdaftar sebagai status badan hukumnya. Dari sisi hukum, identitas FPI ini layak dianggap sebagai OTB (Organisasi Tanpa Bentuk) yang ilegal sifatnya, apalagi bila aktifitas dan kegiatannya terdapat dan ditemukan substansi penerapan Islam secara Kafah dibawah naungan (Negara) Khilafah Islamiyah dan memunculkan nama dan kata NKRI Bersyariah. Pelarangan kegiatan dan aktifitas FPI haruslah diartikan terhadap segala bentuk organ dan perubahannya, baik langsung atau tidak langsung dengan segala atribut maupun lambang organ dan perubahannya, karenanya pelanggaran terhadap larangan ini sebagai bentuk pelanggaran hukum yang baru, apalagi dengan visi misi yang tetap tidak mengakui Pancasila, UUD’45 dan NKRI. Perubahan nama FPI, tanpa menghendaki pendaftaran atas perubahan nama tersebut adalah tetap bertentangan dengan perundang-undangan (UU Ormas dan KUHP) dan tidak sah. Perubahan nama dan bentuk baru organisasi terlarang yang tetap berbasis negara khilafah islamiyah adalah bentuk pembangkangan terhadap kekuasan negara dan konstitusi yang sah dan karenanya melanggar hukum yang harus ditindak secara tegas. Perubahan nama dan bentuk organisasi baru tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku, menjadi dasar bagi Pemerintah untuk lakukan Keputusan Pembubaran dan Pelarangan Kegiatan dan Aktifitas Organisasi Masyarakat yang Baru tersebut. Sepanjang SKB dianggap memenuhi syarat Konkrit (pelarangan), Individual (FPI), Final (Pelarangan Kegiatan FPI), maka UU Peratuan memberikan hak gugat terhadap SKB tersebut. Peratuan yang akan menilai penerbitan SKB itu dari sisi Formal (keabsahan tidaknya mekanisme penerbitan SKB) dan dari sisi Material (ada tidaknya pelanggaran hukum atas materi/substansi SKB). Kelemahan dari FPI adalah absurditas dari sisi Legal Standing FPI, yaitu secara de jure bahwa status hukum FPI sebagai Ormas tidak pernah terdaftar sebagai Badan Hukum di Kemenkumham. Dan juga FPI sejak 20 Juni 2019 sudah tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar dari Kemendagri untuk lakukan kegiatan dan aktifitasnya, sehingga tidak ada Legal Standing FPI sebagai Badan Hukum. (Subyek yang dapat ajukan Gugatan). Oleh: Prof. Dr Indriyanto Seno Adji, SH, MA., Pengajar PPS Bid Studi Ilmu Hukum UI. (RIS/PDN)
Baca juga:
Mencoba Menghapus Stigma Spesialis Wakil