Search

Home / Aktual / Politik

Anggota DPR: KPK Harus Pastikan Penyadapan-Geledah Tidak Langgar HAM

   |    06 Mei 2021    |   20:06:27 WITA

Anggota DPR: KPK Harus Pastikan Penyadapan-Geledah Tidak Langgar HAM
Anggota Komisi III DPR, Didik Mukrianto. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, PODIUMNEWS.com – Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menilai KPK harus memastikan kewenangan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tetap dilaksanakan secara profesional dan tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

"Karena upaya paksa ini (penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan) adalah bagian pelaksanaan kewenangan pro-justicia, maka KPK harus memastikan pelaksanaannya tetap proper dan profesional, dan tidak melanggar hak termasuk HAM," kata Didik di Jakarta, Kamis (6/5).

Hal itu dikatakannya terkait Putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materiil UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Atas putusan tersebut, upaya penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan KPK tidak perlu lagi mengajukan izin kepada Dewan Pengawas namun cukup memberitahukan.

Didik meminta KPK harus memastikan dalam melaksanakan kewenangan tersebut menghadirkan kepastian hukum adalah menjadi bagian esensi dasar dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.

"Kami menghormati keputusan MK, putusan yang bersifat final dan mengikat ini adalah bagian dari produk sistem ketatanegaraan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh siapapun tanpa kecuali," ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu menilai dalam konteks penegakan dan penindakan hukum, KPK diberikan kewenangan dalam melakukan upaya paksa termasuk penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.

Menurut dia, upaya paksa tersebut diharapkan mampu mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi.

"Dengan Putusan MK ini, penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan, penyidik dan KPK diberikan ruang serta kewenangan untuk melakukan upaya paksa tanpa harus meminta izin Dewan Pengawas," ujarnya.

Sebelumnya dalam amar putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan nomor pokok perkara 70/PUU-XVII/2019.

Gugatan diajukan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid dan kawan-kawan.

MK menyatakan Pasal 12B, Pasal 37B ayat (1) huruf b, dan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (ANT/RIS/PDN)


Baca juga: Bambang Soesatyo: Puluhan Juta Data WNI Disimpan Asing