Search

Home / Khas /

Simalakama Pembelajaran Tatap Muka

   |    24 September 2021    |   19:17:21 WITA

Simalakama Pembelajaran Tatap Muka
(Foto: Istimewa)

HASIL survei Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek) cukup mengejutkan. Hasil survei yang tertera di situs web sekolah.data.kemdikbud.go.id menyebut sebanyak 25 klaster COVID-19 ditemukan di DKI Jakarta saat pembelajaran tatap muka terbatas digelar.

Jumlah itu berdasar data per 22 September 2021. Dalam surveinya, kementerian melibatkan 897 responden. Dari 25 klaster tersebut, Jakarta Barat menjadi wilayah dengan klaster PTM terbanyak, yakni 8 klaster. Sedangkan Jakarta Timur 6 klaster, Jakarta Utara 5 Klaster, Jakarta Selatan 5 klaster dan 1 klaster di Jakarta Pusat.

Sementara total pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) yang tercatat positif COVID-19 mencapai 227 kasus. Sedangkan siswa atau peserta didik yang terpapar COVID-19 dan berstatus positif mencapai 241 kasus.

Kepala Dinas Kesehatan Widyastuti belum berani memastikan kasus itu terjadi saat PTM berlangsung. "Mungkin dari keluarga dulu, atau saat interaksi di jalan karena pada saat di jalan akrena tidka semuanya mempunyai kendaraan pribadi," tutur Widyastuti saat ditemui di kawasan Monas, Rabu (22/9/2021).

Tak hanya di DKI Jakarta, klaster COVID-19 saat PTM berlangsung juga terjadi di sejumlah daerah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat sebanyak 2,8 persen atau 1.296 sekolah melaporkan klaster penyebaran Covid-19 selama pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

Direktur Jenderal (Dirjen) PAUD dan Pendidikan Dasar Menengah Kemendikbudristek, Jumeri menyebut, jumlah itu didapat berdasar hasil survei yang dilakukan terhadap 46.500 sekolah hingga 20 September.

Menurut Jumeri, klaster penyebaran COVID-19 paling banyak terjadi di SD sebesar 2,78 persen atau 581 sekolah. Disusul, 252 PAUD, SMP sebanyak 241 sekolah.

Kemudian SMA sebanyak 107 sekolah, SMK 70 sekolah, dan terakhir Sekolah Luar Biasa (SLB) sebanyak 13 sekolah. Namun, Jumeri tak mengungkap sekolah tersebut tersebar di daerah mana saja.

Kata Jumeri, jumlah kasus positif terbanyak, baik guru maupun siswa, di lingkungan SD. Untuk guru dan tenaga kependidikan, kasus positif mencapai 3.174 orang dari 581 klaster sekolah. Sementara peserta didik yang positif COVID-19 mencapai 6.908 orang.

Untuk tingkat SMP terdapat 1.502 guru dan 2.220 siswa positif COVID-19. PAUD dengan kasus positif tenaga pendidik sebanyak 2.007 orang, dan siswa 953 orang.

Tingkat SMA mencatat 1.915 guru positif COVID-19 dan siswa sebanyak 794 orang. SMK ada 1.594 kasus positif pada guru dan 609 pada siswa. Terakhir SLB, 131 kasus positif pada siswa dan 112 pada guru.

"Jadi dari angka itu, 37 [persen] itu pada seminggu yang lalu, kemudian saat ini masih 42 [persen], artinya progresnya sangat lambat," kata dia.

Terjadinya klaster COVID-19 saat PTM ini menjadi sorotan Badan Kesehatan Dunia (WHO). WHO menghimpun berbagai sumber pemberitaan di Indonesia yang menyebutkan bahwa 54 siswa di Padang Panjang, Sumatera Barat, terpapar COVID-19 sejak diberlakukannya kembali PTM terbatas pada 4 September 2021.

"Sekitar satu bulan selama aktivitas pembelajaran daring, 54 siswa dari SMA 1 Padang Panjang, Sumatera Barat dipastikan terpapar COVID-19 pada 11 September," tulis laporan situasi COVID-19 mingguan WHO per 15 September 2021, Kamis (16/9).

Temuan WHO itu bermula saat salah seorang murid yang menunjukkan gejala COVID-19 di lingkungan asrama, berupa demam dan kehilangan indera penciuman. Meski terdeteksi sebagai sebuah gejala potensi COVID, sang anak masih ditempatkan di dalam satu asrama dengan siswa lainnya.

Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Barat Harrison, terjadinya klaster COVID-19 terjadi di salah satu tempat perkuliahan di Kabupaten Bengkayang. Hal itu terjadi lantaran selama proses perkuliahan tatap muka, mahasiswa tinggal dalam satu asrama.

"Pada 12 September, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat melaporkan, berdasarkan hasil tes RT PCR, 139 siswa dari institut tersebut dipastikan terpapar COVID-19," tulis WHO.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan, sekolah wajib membuka opsi belajar tatap muka jika vaksinasi COVID-19 terhadap guru telah rampung.

Opsi belajar tatap muka, kata Nadiem, harus segera dilakukan supaya sekolah lekas beradaptasi dengan penerapan protokol kesehatan baru di masa pandemi COVID-19.

Situs resmi Kemendikbudristek menyebut, hingga Kamis (16/9), baru 42 persen atau 115.592 sekolah yang telah menggelar belajar tatap muka terbatas. Sisanya, sekitar 158 ribu sekolah mulai jenjang PAUD hingga menengah yang belum menggelar tatap muka.

Sekolah tatap muka masih didominasi oleh TK yang angkanya mencapai 60,60 persen, lalu SD 56,69 persen, SMK 51,97 persen, SMA 51,75 persen, dan SMP 52,48 persen.

Penyelenggaraan PTM memang seperti memakan buah simalakama, di makan bapak mati, tidak dimakan ibu yang mati. Jika sekolah dibuka siswa berisiko terpapar COVID-19, tetapi jika tidak dibuka Indonesia akan menghadapi risiko merosotnya satu generasi sumber daya manusia akibat kualitas pendidikan yang rendah selama belajar online. (COK/RIS/PDN)


Baca juga: Satu Langkah Setelah Vaksinasi Covid-19