Search

Home / Khas /

Mengenal Varian Virus Korona Asal Jepang

   |    29 September 2021    |   19:32:07 WITA

Mengenal Varian Virus Korona Asal Jepang
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

JANGAN lengah! Begitu seruan yang disampaikan para ahli kesehatan dunia terkait virus COVID-19. Sekalipun kasus positif mereda, namun sebagaimana pula disampaikan Badan Kesehatan Dunia (WHO), serbuan virus korona masih mengintai. Bahkan kini muncul sebuah varian baru.

Varian baru yang dimaksud WHO itu diberi julukan bernama R.1. Varian ini sudah mulai terjadi pada Januari lalu dan muncul di banyak negara.

Varian R.1 telah ditemukan di 31 negara seperti di Cina, India, dan Eropa bagian barat. Telah ada 10.567 kasus varian R.1 ditemukan di seluruh dunia per 21 September 2021 lalu.

Disebut-sebut, varian R.1 ini pertama kali muncul di Jepang pada 2021. Tak lama setelah ditemukan di Jepang. Varian itu terindentifikasi dari tiga orang di satu keluarga Jepang, dengan usia 40 tahun dan 10 tahun.

Tak lama setelah itu, varian ini juga menyebar di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, varian baru itu banyak ditemukan di panti jompo yang ada di Kentycky, negara bagian AS. Varian ini juga menyebar di 47 negara bagian lain AS.

Laporan Departemen Kesehatan Masyarakat Kentucky menyebut varian R.1 menyebar pada 45 penghuni serta staf panti jompo. Varian itu ditemukan setelah ada salah seorang staf yang belum divaksin terpapar.

"Tingkat serangan tiga sampai empat kali lebih tinggi di antara penduduk dan [pekerja] yang tidak divaksinasi dibandingkan dengan mereka yang divaksinasi," kata laporan itu, Selasa (28/9/2021).

Menurut Gubernur Andy Beshear, Kentucky jadi salah satu negara bagian dengan tingkat infeksi tinggi sejak varian R.1 pertama kali ditemukan, dikutip dari Deadline, Selasa (28/9/2021).

Sarjana senior Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health's Center for Health Security, Amesh A. Adalja, mengatakan varian R.1 merupakan SARS-CoV-2 yang mengalami mutasi terkait perubahan fungsi. Maksudnya, varian ini menyebabkan gejala yang berbeda dari versi virus aslinya.

Disebut-sebut varian itu bisa menembus perlindungan antibodi yang berasal dari vaksinasi lengkap. Varian R.1 merupakan salah satu varian yang mengandung sejumlah mutasi. Salah satunya adalah D614G yang menular dan lebih menular dibanding varian lain. Namun untuk memastikannya masih diutuhkan penelitian lebih lanjut.

Sejauh ini, varian R.1 belum ada di kategori Variant of Concern (VoC) dan Variant of Interset (VoI). Namun masih ada dalam kategori Variants Under Monitoring atau disebut Alerts for Further Monitoring, karena ditemukan pertama di Jepang juga disebut sebagai 'Varian asal Jepang'.

Apakah varian baru itu sudah menyebar ke Indonesia? Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, varian R.1 belum terindentifikasi masuk ke Indonesia.

Varian R.1 ini masuk dalam kategori varian Alert for Futher Monitoring atau masih dalam pemantauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pemantauan dilakukan untuk mengetahui pola dan kontribusinya pada COVID-19.

"Ini masih termasuk varian yang kategori ke 3 yaitu varian under monitoring jadi belum dipastikan untuk kontribusi pada pola penyakit COVID-19," ujar dia.

Saat ini, pemerintah terus berupaya menjaga pintu masuk ke Indonesia agar meminimalisasi masuknya varian baru.

Menurut Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito, adanya varian baru ini menjadi pengingat bahwa COVID-19 belum sepenuhnya hilang. Karenanya, ia meminta masyarakat tetap konsisten menerapkan protokol kesehatan.

"Yang harus kita lakukan ialah konsisten menjalankan protokol kesehatan di seluruh aspek kehidupan tanpa takut berlebihan," ujar dia.

Agar terhindari dari varian R.1, praktik keamanan seperti biasanya harus tetap dilakukan. Selain itu, vaksinasi COVID-19 lengkap merupakan cara terbaik untuk melindungi diri.

"Satu-satunya cara untuk menghentikan varian baru adalah dengan menghentikan jumlah infeksi. Jika Anda mendorong populasi (yang terinfeksi) ke jumlah yang sangat rendah dan keragamannya terbatas, virus tidak dapat berkembang sebanyak itu," kata Asisten profesor peneliti penyakit menular di Fakultas Kedokteran Universitas Feinberg Northwestern, Ramon Lorenzo Redondo. (COK/RIS/PDN)


Baca juga: Satu Langkah Setelah Vaksinasi Covid-19