Search

Home / Aktual / Hukum

Terlibat Penipuan dengan Kerugian Mencapai Rp 16 M, Ketua Kadin Bali Ditangkap di Jakarta

   |    12 April 2019    |   16:33:42 WITA

Terlibat Penipuan dengan Kerugian Mencapai Rp 16 M, Ketua Kadin Bali Ditangkap di Jakarta
Ketua Umum Kadin Bali, Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra (44) ditangkap Ditreskrimum Polda Bali atas dugaan penipuan dan pengelapan.

DENPASAR, PODIUMNESWS.com - Diduga akan kabur, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Bali, Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra (44), ditangkap oleh penyidik Ditreskrimum Polda Bali di Hotel Belligio, Kuningan Jakarta, Kamis (11/4) dini hari. Caleg DPR RI dapil Bali dari Partai Gerindra itu dilaporkan dalam kasus dugaan penipuan dan pengelapan proyek perizinan pelebaran Pelabuhan Benoa senilai Rp 16 miliar.

Tersangka Alit Wiraputra tiba di Mapolda Bali, Kamis (11/4), sekitar pukul 11.35 Wita, langsung dibawa ke ruang ke penyidik Ditreskrimum Polda Bali. Direktur Ditreskrimum Polda Bali, Kombespol Andi Fairan, mengatakan, tersangka menggunakan modus bujuk rayu kepada korban dengan menjanjikan terbitnya persetujuan prinsip gubernur dan perijinan lain dalam rangka pengembangan dan pembangunan kawasan Pelabuhan Benoa.

“Sebagaimana yang dijanjikan terlapor akan selesai dalam jangka waktu selama enam bulan dengan biaya operasional sebanyak Rp 30 miliar,” beber Andi didampingi Kabid Humas Polda Bali, Kombespol Hengky Widjaja. Dia menambahkan, Wiraputra berstatus tersangka sejak Jumat (5/4), dipanggil untuk diperiksa pada Selasa (9/4), namun mangkir. Besoknya tersangka mengirim surat minta pemeriksaan ditunda hingga 18 April 2019.

“Jadi kami monitor tersangka pada Selasa jam 21.00 Wita menggunakan Batik ke Jakarta. Karena kami juga sudah mengeluarkan surat cekal dan kami melihat ada indikasi melarikan diri, jadi saya mengeluarkan surat penangkapan,” tegasnya. Setelah mengeluarkan surat penangkapan, Tim Resmob Ditreskrimum Polda Bali menangkap tersangka di Hotel Belligio, Kuningan Jakarta, Kamis (11/4) dini hari, langsung dikeler ke Mapolda Bali.

Mantan Direktur Sabhara Polda Sumatera Utara ini menerangkan, kasus dugaan penipuan dan penggelapan ini terjadi pada Januari 2012 lalu, saat tersangka bekerja sama dengan pelapor Sutrisno Lukito Disastro. Pelapor sendiri sebagai pengembang dan pemilik dana. Tersangka akan membantu proses mengurus perizinan di Pemprov Bali. “Mereka sepakat untuk membuat perusahaan PT Bangun Segitiga Emas (BSM),” kata Andir.

Perusahaan ini rencananya akan bekerja sama dengan Pelindo III dalam pengembangan Pelabuhan Benoa. Terungkap dalam kesepakatan itu, tersangka berjanji akan membuat draft kerja sama dengan Pelindo III Benoa, mengurus izin audensi dengan gubernur, mengurus rekomendasi dari gubernur hingga mengurus persetujuan prinsip dari gubernur. Disepakati biaya operasional Rp 30 miliar. Rekomendasi gubernur diperlukan untuk mengurus perizinan.

Perwira melati tiga di pundak itu mengatakan, awalnya pelapor Sutrisno sudah memberikan pembayaran biaya operasional pertama senilai Rp 6 miliar. Uang tersebut sudah diterima oleh tersangka dengan dalih peruntukan audensi Gubernur dan Wakil Gubernur Bali. Tahap kedua, pelapor kemudian memberikan uang sebesar Rp10 miliar kepada tersangka yang diklaim untuk mendapatkan ijin rekomendasi dari Gubernur Bali.

Hanya saja, sampai tahap pembayaran kedua dengan total Rp16 miliar, ijin rekomendasi gubernur tidak keluar. Sehingga karena batas waktu enam bulan sudah habis dan izin tidak keluar, pelapor akhirnya melaporkan kasus tersebut ke Polda Bali, 20 April 2018 lalu. Sejurus penyelidikan berlangsung, penyidik Ditreskrimum Polda Bali sudah melakukan pemeriksaan terhadap Pelindo III dan pihak Pelindo mengatakan tidak ada kerja sama.

Pelindo sendiri dalam melaksanakan proyek pengembangan harus melalui kementerian di pusat dengan biaya sendiri. Selain itu, pihaknya juga sudah memeriksa Dinas Perizinan dan Bapeda Provinsi Bali terkait masalah proses perizinan. Dan, kedua instansi itu tidak pernah mengeluarkan rekomendasi atas nama PT BSM seluas 400 hektar. Ditambahkan, dari hasil pemeriksaan, tersangka mengaku mendapatkan Rp2 miliar dari dana senilai Rp16 miliar itu.

Sedangkan, sisanya sudah diberikannya kepada tiga orang saksi yang sudah diperiksa oleh penyidik. Yakni, saksi Jayantara sebesar Rp 1,1 miliar, Candra Wijaya sebesar Rp 4,6 miliar dan saksi S sebesar Rp 7,5 miliar plus 80.000 USD. Namun Kombes Andi enggan berkomentar menjawab saksi S adalah anak kandung mantan Gubernur Bali. “Saksi S sudah kami periksa. Tapi saya tidak tahu apakah S adalah anak mantan Gubernur Bali,” ulasnya.

Ditegaskannya, dari keterangan tersangka, dia menyerahkan dana kepada S sebagai kapasitas memberi saran, petunjuk, arahan tentang pihak pihak mana saja yang berkompoten dalam perizinan itu. Dia melanjutkan, pihaknya belum bisa membeberkan apakah tiga saksi terlibat atau tidak. Mungkin saja mereka menerima uang tapi tidak ada kaitannya dengan pengurusan izin. “Bisa jadi tersangka bertindak untuk atas dirinya sendiri,” pungkas Andir. (ENI/PDN)


Baca juga: Pertanda dari Gunung, Lahirnya Sosok Pemimpin