Search

Home / Aktual / Hukum

Benarkah Kematian Keluarga di Kalideres Akibat Paham Apokaliptik?

   |    22 November 2022    |   16:57:00 WITA

Benarkah Kematian Keluarga di Kalideres Akibat Paham Apokaliptik?
Ilustrasi - Aksi sekte apokaliptik (foto/tangkap layar/youtube)

SATU keluarga di Perumahan Citra Garden Satu Extension, Kalideres, Jakarta, ditemukan tewas pada Kamis (10/11/2022) lalu. Banyak pihak yang menduga, keluarga tersebut menganut paham apokaliptik.

Hingga saat ini, kematian satu keluarga berjumlah empat orang tersebut masih menyimpan teka-teki karena belum ditemukan motif yang jelas. Menanggapi kejanggalan itu, Koordinator Prodi S2 Kajian Ilmu Kepolisian UNAIR Dr Prawitra Thalib SH MH memberikan tanggapan terkait dugaan keikutsertaan keluarga dengan paham apokaliptik.

Hasil forensik menyebutkan bahwa korban meninggal dalam keadaan lambung kosong, sehingga diduga mati karena kelaparan. Namun setelah diselidiki, jam kematian dari masing-masing korban berbeda. Selain itu, tidak ditemukan adanya racun dalam tubuh korban. Muncul dugaan keluarga tersebut menganut paham apokaliptik. Lalu, apa itu paham apokaliptik?

Mengenal Paham Apokaliptik

Prawitra mengatakan, apokaliptik adalah sebuah paham yang percaya bahwa dunia sudah banyak kejahatan dan maksiat dan akan diganti dengan dunia baru. Para pengikut paham ini ingin meninggalkan dunia sebelum adanya penghakiman atau munculnya kiamat.

Para penganut paham ini berspekulasi bahwa mereka lebih baik mengakhiri hidup dengan lebih terhormat sebelum terjadinya kiamat. Keterbatasan diri dan putus asa terhadap sistem kehidupan yang ada, merupakan salah satu penafsiran pesimisme dari para pengikut paham ini.

“Apokaliptik tumbuh subur dalam lingkup masyarakat yang putus asa pada suatu sistem dan menganggap ini adalah hukuman Tuhan sehingga mereka lebih baik menghadap Tuhan sebelum Tuhan memanggil mereka,” tutur Prawitra.

Berbagai Indikasi

Prawitra menambahkan, banyak sekali penyebab kematian yang ditempuh para pengikut apokaliptik, tidak hanya dengan melaparkan diri. Pada banyak kejadian, pengikut paham ini menggunakan media berupa racun yang dicampurkan pada makanan atau minuman yang dikonsumsi.

Prawitra menyebut, paham apokaliptik ada di berbagai negara, baik dari golongan berpendidikan maupun tidak. Intinya, mereka berdedikasi untuk melakukan tindakan mengakhiri hidup.

Prawitra juga menyebut bahwa pemahaman ini muncul akibat kesalahpahaman ajaran spiritual yang berakibat fatal pada keyakinan proses kematian. Menurutnya, seseorang perlu waspada jika ada pemahaman yang mengajarkan mengakhiri hidup sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Dugaan Kematian

Menurut Prawitra, lazimnya dalam kebanyakan pengikut sekte proses kematian tidak dilakukan secara sembarangan. Dalam kasus Kalideres ini, pihak kepolisian juga perlu melihat adanya hubungan keluarga dengan jaringan komunitas pengikut sekte lainnya, atau memang keluarga tersebut yang memulai menciptakan sekte baru. Sehingga dapat ditemukan dengan jelas penyebab kematian yang diduga kuat pengikut apokaliptik.

“Dengan adanya bukti baru, bahwa ditemukannya berbagai buku bacaan berbagai agama bisa menjadi fase dimana mereka sedang mencari tahu dengan berikhtiar lewat membaca buku tersebut, dan mereka tidak menemukan agama yang sempurna. Keputusasaan tersebut bisa mempengaruhi kuat mereka untuk menganut apokaliptik,” tutur Prawitra.

Kasus ini juga menimbulkan banyak tanda tanya karena tidak ditemukan tanda kejahatan, kekerasan, perusakan barang, ataupun kehilangan barang. Sehingga belum ada alasan kuat yang mengarah ke dugaan pembunuhan. Perlu penyelidikan yang kuat untuk mengetahui akar dari kematian keluarga tersebut.

Dibutuhkan Pemahaman Spiritual

Lalu, bagaimana agar seseorang terhindar dari pemahaman yang menyimpang seperti keinginan untuk mengakhiri hidup tersebut? Menurut Prawitra, diperlukan penanaman keyakinan bahwa ajaran agama yang baik pasti tidak mengajarkan untuk menyakiti dan/atau menghilangkan nyawa diri sendiri atau orang lain.

“Jika menemukan hal tersebut dalam sebuah ajaran agama, maka kita harus meninggalkan hal tersebut karena berpotensi mengandung pemahaman ekstrimisme dan radikalisme,” ucap Prawitra. (dev/sut)


Baca juga: Lagi Turis Asing jadi Korban Ditipu Tukar Mata Uang