Search

Home / Khas / Sosial Budaya

Menengok Nyepi di Kota Tepi Bengawan Solo

Editor   |    17 Maret 2023    |   21:49:00 WITA

Menengok Nyepi di Kota Tepi Bengawan Solo
Berbagai ornamen khas Hindu di Bali seperti penjor terlihat di kawasan Balaikota Solo yang sengaja dipasang dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi yang jatuh tanggal 22 Maret 2023. (foto/pemkot surakarta)

SUASANA jelang perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945 di Kota Solo, Jawa Tengah, yang persis berada di sepanjang tepi Sungai Bengawan Solo itu begitu terasa mirip-mirip selayaknya di Bali.

Hiasan penjor sudah terlihat ketika memasuki kawasan Gladak ke arah Jalan Jenderal Sudirman. Suasana Bali hadir di Solo lantaran begitu banyaknya ornamen Bali dipasang di Jalan Sudirman, Solo.

Di depan Balaikota, sekitar Tugu Pamendengan (Tugu titik nol) hingga di dekat jembatan Pasar Gede (di atas Kali Pepe), tak luput dari hiasan penjor. Tugu Pamendengan merupakan situs benda cagar budaya (BCB) yang memiliki empat lentera dan mengarah ke berbagai arah. 

Penjor bagi umat Hindu, tak sekedar memberikan keindahan dan kemeriahan pada saat perayaan atau upacara keagamaan Hindu, namun Penjor juga memiliki makna sakral. Makna yang terkandung, penjor sebagai simbol rasa syukur dan persembahan pada Bhatara.

Kerja bakti mendirikan penjor dan berbagai ornamen Hindu langsung dikerjakan secara bergotong royong oleh umat Hindu yang tergabung dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Surakarta.

Di Plaza Balaikota juga terpasang panggung kecil bernuansa Hindu. Dengan latar belakang Trimurti, Dewi Saraswati dan Candi Prambanan, panggung itu menjadi spot warga untuk berswafoto. Terpasang juga tulisan “I Love Solo” dan Rajamala, maskot Kota Solo pada panggung tersebut.

Antusias warga yang berfoto mencerminkan warga Solo sangat menyukai keberagaman. Sama seperti nuansa Imlek yang pernah terpasang di Plaza Balaikota belum lama ini, nuansa Hindu juga menjadi kerinduan warga Solo akan kehidupan yang rukun dan damai.

Sedikitnya ada empat pohon besar yang berada di lingkungan Plaza Balaikota juga ditutup kain poleng (kotak-kotak). Sementara pohon-pohon kecil di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman juga tak luput dari ornamen kain poleng. Kain poleng yang menutup batang pohon tersebut memang terkesan kuat suasana Bali.

Banyak anak muda yang mengambil momentum tersebut untuk berswafoto dan mengabadikan dengan kamera video baik siang dan malam hari. Mereka berlomba menyebarkan semangat toleransi Kota Solo ke akun media sosial mereka, melalui konten-konten video dan foto.

Kota Toleransi

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengatakan bahwa kota yang terletak di sepanjang tepian sungai Bengawan Solo itu terus memantapkan diri sebagai identitas Kota Toleransi. Mengupayakan kerukunan dengan memahami perbedaan dan keberagaman, menjadi salah satu pilar penting pembangunan di Kota Solo.

Gibran menuturkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta tak lelah dalam merajut kerukunan dengan memberikan ruang dan kesempatan yang sepadan semua agama dan keyakinan.

Pihaknya menyontohkan, salah satu yang dilakukan dengan memberi keleluasaan ruang bagi umat Hindu untuk memasang penjor dan segala ornamen dan lambang-lambang Hindu guna menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945, yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2023.

“Pemkot Surakarta mengayomi serta memberikan kesempatan dan ruang yang sama bagi semua agama untuk merayakan hari keagamaan dan beribadah. Toleransi menjadi salah satu kebutuhan penting agar Kota Surakarta tetap rukun dan damai,” kata Gibran, Jumat (17/3) di Surakarta.

Kemudian untuk peringatan menyambut Hari Raya Nyepi, Gibran menyebutkan, Kota Solo akan menampilkan Kirab Seni Budaya dan Ogoh-Ogoh. “Nantinya, komunitas warga Hindu di Solo akan mengadakan pawai ogoh-ogoh selayaknya di Bali,” ujarnya.

Gibran mengaku kegiatan ini kali pertama digelar di Solo. Menurut dia, bagaimana melalui kirab budaya yang menampilak pawai ogoh-ogoh itu tak sekadar akan menjadi festival yang semarak dan berdaya pikat bagi wisatawan datang ke Solo, namun juga sebagai upaya untuk menjunjung toleransi dan merawat keberagaman.

"Kirab budaya juga memiliki pesan yang kuat bagaimana Kota Solo sebagai rumah yang nyaman bagi para warganya tanpa terkecuali. Sekaligus rumah bagi kenangan baik yang akan terus tumbuh dari generasi ke generasi," kata Gibran .

Partisipasi seni dari Bali

Pada kirab budaya ini turut  berpatisipasi  kelompok misi kesenian Kabupaten Jembrana, Bali,  dengan menampilkan fragmentari Bleganjur Prabawa Nata. Fragmentari ini didukung oleh 45 seniman, termasuk penari dan penabuh dari Sanggar Sanggita Mredangga Jembrana.

Kirab budaya akan berlangsung di sepanjang jalan depan Plaza Balai Kota Solo pada Sabtu (18/3). Acara ini akan disaksikan masyarakat umum dengan pementasan tari-tarian, pawai ogoh-ogoh, bleganjur cakilan dan kekidungan jawa serta penampilan khusus misi kesenian Kabupaten Jembrana.

Atas partisipasi  kelompok misi keseniaan Jembrana itu, Gibran menyampaikan terima kasih kepada Bupati Tamba. "Terima kasih kepada Bapak Bupati Jembrana (I Nengah Tamba) yang telah ikut andil dalam Gebyar Seni Tahun Caka 1945 di Kota Solo," ucapnya.

Sementara itu, Bupati Jembarana I Nengah Tamba secara khusus melayangkan pujian dan apresiasinya kepada Walikota Solo yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menilai Gibran sebagai sosok sederhana sekaligus pekerja keras.

"Mas Wali bekerja keras dan tulus kepada rakyat khususnya dalam menciptakan ruang kota yang menjunjung tinggi toleransi. Beliau pekerja keras terlihat dari gesturnya, juga pluraris dan santun. Semoga Mas Wali amanah sehat selalu dalam menjalankan tugas," ungkap Tamba.

Ia juga mengapresiasi Wali Kota Solo telah memberikan ruang pluralisme sekaligus merangkul umat Hindu di Solo, sehingga diberikan ruang yang sangat leluasa untuk mejalankan aktivitas keagamaan mereka. "Ini tentunya menjadi kado Hari Raya Nyepi buat semeton Hindu sedharma di Nusantara khususnya di Kota Solo ini," ucapnya. (edy)

 

 

 


Baca juga: Kisah Mistis Pelinggih Mobil di Desa Sangket