Search

Home / Khas / Ekonomi

Mantan Bos BUMN Bangkitkan Wisata di Desa Kelahiran

Editor   |    21 Maret 2023    |   20:44:00 WITA

Mantan Bos BUMN Bangkitkan Wisata di Desa Kelahiran
Usaha Toya Devasya milik Ketut Mardjana (foto/adi)

MERAIH sukses di Ibu Kota Jakarta, tak lantas membuat Ketut Mardjana melupakan mimpinya mengembangkan wisata di desa kelahirannya, Kitamani, Kabupaten Bangli.

Berangkat dari itu, mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia itu, setelah pensiun memutuskan meninggalkan segala kenyamanan hidup di kota metropolitan, Jakarta. Ia lebih memilih pulang ke kampung halaman untuk membesarkan Toya Devasya.

Mimpi yang tak pernah bisa dilupakan itu berawal dari kisah perjalanan hidupnya, tatkala selepas menamatkan bangku sekolah menengah atas (SMA) dan hendak merantau menempuh kuliah ke Jakarta, secara spontan warga di desanya dengan patungan mengumpulkan uang sebagai bekal diperjalanan.

“Ada ngasi uang Rp 500, ada yang ngasi Rp 1000. Tahun tujuh puluh (1970-an), saya mempunyai satu keinginan. Kalau saya sukses, saya ingin kembali ke desa membangun desa,” ungkap Mardjana, Selasa (21/3) di Kintamani.

Ia kemudian menceritakan bagaimana kembali membangkitkan usaha Toya Devasya yang sempat mengali jatuh bangun sebelum sukses seperti sekarang ini, dengan banyak dikunjungi turis asing dan domestik.

Saat masih bernama CV Sanji Wani, Toya Devasya nyaris mengalami kebangkrutan akibat terdampak krisis moneter tahun 1998, hingga tak mampu membayar cicilan bank. Di saat kritis itulah, Mardjana mengambil alih perusahaan, dengan melunasi satu per satu utang di bank, sehingga pada tahun 2002, usaha itu resmi menjadi miliknya, dan diubah namanya menjadi Toya Devasya.

Kala itu, Murdjana menjalankan usahanya dari jarak jauh, lantaran masih bekerja di BUMN, sehingga usaha bisnisnya tidak berjalan maksimal. Bahkan ia sampai menjual berbagai aset pribadi miliknya demi menyelamatkan Toya Devasya.

“Jadi berdarah-darah ini, sampai sudah diamputasi begitu saya nggak langsung mengurus ini, sampai hampir-hampir dilelang oleh bank, karena nggak mampu lagi membayar kredit bank ini,” tutur Murdjana.

Di tahun 2015, manajemen perusahan mulai ditata ulang, pembangunan infrastruktur, kolam, dan wahana lain dilakukan, sejalan dengan makin meningkatnya jumlah kunjungan turis ke Toya Devasya. “Sebenarnya tidak langsung sebesar ini. Kita mengalami suatu fase yang boleh saya katakan berdarah-darah, dan sampai sekarang pun hutang itu masih ada, walaupun relatif sudah kecil,” bebernya.

Ketika pandemi Covid-19 melanda, Toya Devasya juga turut terimbas. Namun momen itu ia manfaatkan membangun berbagai fasilitas penunjang lain, sehingga tampilnya lebih bagus. Nah, pas PPKM dilonggarakan, ia sudah siap kembali menggaet turis.

“Itu adalah satu kebijakan yang saya lakukan. Jadi pada saat orang lain tiarap, pada saat orang mengerem diri, saya justru manfaatkan untuk berbenah. Karena kalau tamunya (turis) sudah rame, saya tidak bisa lagi melakukan pembenahan,” jelasnya.

Alhasil, Toya Devasya kembali menjadi magnet bagi turis untuk berkunjung ke Kintamani. Tak ingin serakah meraup untung sendiri, Murdjana sengaja menarik segmen turis kelas menengah atas, sehingga segemen lain masih bisa dinikmati oleh pelaku UMKM sekitar.

“Ini sebagi bagian dari dampak dari keberadaan Toya Devasya, trickle down effect yang diakibatkan oleh Toya Devasya. Jadi sekarang di sini banyak tumbuh restoran-restoran, laundry, vila-vila. Itu tidak bisa lepas dari sini (Toya Devasya),” jalasnya.

Karena prinsip dirinya, dalam menjalankan bisnis tidak ada namanya persaingan antar pelaku uasaha, justru adalah kolaborasi dan saling support. Menurut dia, setiap entitas usaha di sana memiliki segmentasi pasar masing-masing. “Jadi kalau saya menengah atas, ya menengah bawah juga ada. Semua harus hidup,” ujarnya.

Namun bukan berarti apa yang dia raih saat ini tanpa menghadapi tantangan berat. Bahkan awalnya, Mardjana sempat ragu. Saat itu sang anak yang turut membantu mengurus bisnisnya itu sampai berulang kali sempat mengalami intimidasi dari debt collector pihak bank yang menagih cicilan utang.

“Tapi saya akhirnya berpikir, keputusasaan, pesimisme, tidak akan memecahkan masalah. Jadi saya tetap gigih, bagaimana saya (harus, red) keluar dari masalah ini,” ucapnya.

Alhasil, kerja kerasnya itu membuahkan hasil, Mardjana kini dapat tersenyum menyaksikan kawasan Kintamani kembali menarik minat turis untuk berkunjung ke sana setelah sempat meredup sebelumnya. (adi)      


Baca juga: Primadona Buah Naga dari Bali Utara