Search

Home / Khas / Sosial Budaya

Tradisi Memohon Hujan dari Desa Pantas

Made Suteja   |    11 Mei 2023    |   16:27:00 WITA

Tradisi Memohon Hujan dari Desa Pantas
Pemuda Desa Pantas, Buleleng sedang menampilkan tradisi Gebug Ende, pada Kamis (11/5/2023) di Buleleng. (foto/suteja)

HAMPIR tiap desa di Bali menyimpan suatu tradisi unik berbasis budaya agraris yang terus dilestarikan secara turun temurun. Sebutlah Desa Pantas dari wilayah Kabupaten Buleleng. Apakah itu?  

Tak salah lagi, desa yang terletak di kawasan ujung utara Pulau Dewata ini terkenal dengan tradisi Gebug Ende. Dipercaya oleh masyarakat setempat, tradisi tersebut dapat mendatangkan hujan.

Sebuah tradisi yang dimainkan oleh dua orang pemuda itu berupa pertandingan saling "menggebug" lawan dengan tongkat rotan. Sebagai bentuk pertahanan diri, masing-masing pemain dibekali dengan sebuah perisai berbentuk bundar yang terbuat dari batang bambu.

Perbekel Desa Patas Kadek Sara Adnyana menuturkan tradisi Gebug Ende sebetulnya berasal dari Desa Seraya, Kabupaten Karangasem. Tradisi tersebut dibawa oleh masyarakat Desa Seraya yang bermigrasi ke Desa Patas, kemudian dilestarikan dan dikembangkan oleh Desa Adat Patas yang terbentuk setelah sekian lama mereka menetap di sana.

"Terdapat sejumlah perbedaan Gebug Ende kami dibandingkan yang dari Desa Seraya, yaitu pertama pada gong dan gamelannya, kedua, penarikan atau memulainya itu juga ada perbedaan," jelas Adnyana, Kamis (11/5/2023) di Buleleng.

Tujuan dari tradisi Gebug Ende itu, kata  Adnyana adalah sebagai ritual untuk memohon anugerah hujan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selama tradisi berlangsung, kedua pemain Gebug Ende akan memukul satu sama lain sekuat tenaga menggunakan tongkat rotan sembari menangkis menggunakan perisai bundar yang terbuat dari bambu. Luka pada tubuh pemain pun tidak terhindarkan akibat hantaman tongkat rotan.

"Malah justru itu yang ditunggu-tunggu, kalau sampai luka artinya berhasil dan dipastikan akan segera turun hujan, di sini kepercayaannya begitu," kata Adnyana.

Akhir permainan Gebug Ende itu tentunya damai dan disambut oleh suka cita. Seusai pelaksanaan Gebug Ende, masyarakat lalu akan mengambil cangkul mereka untuk kemudian mulai bercocok tanam menanam jagung, singkong, dan palawija lainnya.

Sebagai tradisi turun temurun, pelestarian Gebug Ende tentunya menjadi perhatian khusus Pemerintah Desa Patas bersama Desa Adat Patas. Program pembinaan pun dilakukan kepada Sekeha Ende sebagai kelompok beranggotkan sekitar 25 orang yang menggiatkan tradisi Gebug Ende. Pemerintah Provinsi Bali juga telah memberikan dukungannya melalui kucuran dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK).

Selain itu, pihaknya juga semakin sering menggelar kegiatan Gebug Ende pada acara-acara yang digelar oleh Desa Adat Patas. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan minat baik masyarakat desa maupun wisatawan terhadap tradisi Gebug Ende.

"Ke depannya setiap tanggal 1 Juli,  tradisi Gebug Ende ini juga akan selalu dipentaskan pada acara Ulang Tahun Desa Patas," tutup Adnyana. (suteja)


Baca juga: Kisah Mistis Pelinggih Mobil di Desa Sangket