DENPASAR, PODIUMNEWS.com – Program bantuan sosial seperti PKH dan BPNT selama ini digadang-gadang sebagai solusi utama pengentasan kemiskinan di Indonesia. Namun, pakar sosiologi Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Bagong Suyanto, justru menilai pendekatan tersebut tidak menyentuh akar persoalan kemiskinan di Tanah Air. Menanggapi laporan Bank Dunia yang menyebut Indonesia sebagai negara dengan tingkat kemiskinan tertinggi kedua di ASEAN, Prof Bagong mengungkap bahwa lebih dari 60 persen penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan global. Namun menurutnya, solusi yang diberikan pemerintah masih terlalu sempit. “Sepanjang program yang dikembangkan pemerintah itu bersifat amal karitatif seperti bantuan tunai dan sejenisnya, maka upaya pengurangan kemiskinan tidak akan efektif. Program seperti itu hanya memperpanjang nafas, bukan memberdayakan masyarakat miskin untuk mandiri,” tegasnya, melalui keterangan tertulis, Rabu (21/5/2025). Prof Bagong menekankan bahwa kemiskinan merupakan persoalan multidimensi. Hanya sekitar 20 persen kemiskinan berkaitan langsung dengan ekonomi. Sisanya dipengaruhi oleh faktor sosial, pendidikan, literasi keuangan, hingga diskriminasi struktural yang sering kali diabaikan dalam perumusan kebijakan. “Pendekatan pengentasan kemiskinan tidak boleh semata-mata ekonomi. Harus ada kebijakan yang sistematis dan menyentuh aspek sosial, pendidikan, dan pemberdayaan komunitas secara struktural,” jelasnya. Menurutnya, pemberdayaan yang efektif harus diberikan dalam bentuk aset produktif, bukan semata bantuan uang. Ia memberi contoh konkret seperti tukang becak yang diberi becak sendiri atau penjahit yang diberi mesin jahit, yang terbukti dapat meningkatkan pendapatan secara langsung dan berkelanjutan. Ia juga mengkritik banyaknya nomenklatur program pemerintah yang tampak peduli terhadap masyarakat miskin, namun minim muatan pemberdayaan yang konkret dan hanya berfungsi simbolik. “Pemberian modal usaha memang penting, tapi akan jauh lebih berdampak jika disertai dengan pendampingan, pelatihan, dan pemberian aset produktif yang benar-benar digunakan,” tandasnya. Dengan demikian, ia mengajak pembuat kebijakan untuk merumuskan ulang strategi pengentasan kemiskinan secara lebih komprehensif dan berorientasi pada kemandirian masyarakat miskin, bukan hanya sekadar distribusi bantuan. (riki/suteja)
Baca juga :
• Koster Desak Insentif, Bali Tertinggi Sumbang Devisa Wisata
• Produsen AMDK Dukung Aturan, Minta Toleransi Habiskan Stok
• Relokasi Dimulai, Kreneng Denpasar Siap Ditata Menyeluruh