DALAM tiap batang pohon yang rindang, tersimpan keindahan sekaligus potensi bencana. Hembusan angin dan deras hujan yang belakangan menghantam wilayah Denpasar menyadarkan kita, bahwa pepohonan yang dibiarkan menjulang tanpa perawatan bisa berubah menjadi ancaman diam-diam. Di titik inilah, imbauan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Denpasar patut dicermati bukan hanya sebagai seruan teknis, melainkan sebagai peringatan moral. DLHK secara gamblang menyampaikan bahwa pemangkasan pohon bukan semata urusan pemerintah. Masyarakat juga harus ambil peran. Pernyataan ini masuk akal dan realistis. Pemerintah hanya memiliki 27 petugas yang bertugas memangkas pohon di fasilitas umum. Angka ini jelas tak sebanding jika beban perawatan seluruh pekarangan pribadi juga dibebankan kepada negara. Namun yang perlu digarisbawahi adalah: mengapa masyarakat masih cenderung menunggu pohon tumbang sebelum bertindak? Apakah ini soal minimnya kesadaran, atau karena belum adanya sistem pengingat, edukasi, atau dukungan teknis yang memadai bagi warga? Fakta bahwa DLHK harus terus mengimbau, bahkan menunggu laporan warga untuk bertindak, menunjukkan bahwa budaya merawat pohon belum sepenuhnya tumbuh di tingkat akar rumput. Padahal, membiarkan pohon tumbuh liar di pekarangan sama bahayanya dengan membiarkan kabel listrik terbuka di ruang tamu. Pemerintah Kota Denpasar sepatutnya menanggapi isu ini dengan pendekatan yang lebih menyentuh sisi edukasi publik. Bukan hanya mengingatkan lewat rilis atau spanduk, tetapi juga hadir lewat penyuluhan ke banjar-banjar, penyebaran infografis, hingga program gotong-royong pemangkasan pohon berbasis komunitas. Peristiwa pohon mangga tumbang di Jalan Kembang Matahari I adalah pengingat yang nyaris datang terlambat. Untungnya, tidak menelan korban. Namun sampai kapan kita menunggu “untung” untuk menjaga keselamatan? Editorial ini bukan hendak menyalahkan siapa pun. Justru inilah ajakan untuk mengembalikan logika sederhana: pepohonan adalah bagian dari rumah kita. Dan rumah, seperti tubuh, harus kita rawat sebelum terluka. Pangkas pohon bukan berarti memangkas kehijauan. Justru sebaliknya dengan merawat pohon, kita sedang menanam kesadaran, bahwa keselamatan bersama dimulai dari tindakan kecil di halaman sendiri. (*)
Baca juga :
• Separuh Devisa, Seperempat Perhatian?
• Integritas Tak Bisa Ditawar
• Ketertinggalan yang Tak Boleh Dibiarkan