Search

Home / Kolom / Opini

Cyberbullying dalam Hukum Pidana Indonesia

   |    11 November 2019    |   11:53:36 WITA

Cyberbullying dalam Hukum Pidana Indonesia
Sagung Dewi Tarastya Yudhi Putri Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana

Latar Belakang 

ERA globalisasi saat ini telah jauh meningkat akibat adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang mendukung satu sama lain. Tiada globalisasi tanpa suatu teknologi informasi dan komunikasi.  Salah satu hasil akulturasi dari kedua hal tersebut adalah lahirnya internet. Internet tidak lagi membatasi ruang dan waktu dan mengubah paradigma masyarakat mengenai dampak dari globalisasi itu sendiri. Internet berkembang menjadi suatu media digital sebagai narahubung atau sarana komunikasi jarak jauh. Namun internet juga memberikan dampak negatif bagi maksyarakat, yaitu timbulnya kejahatan-kejahatan di dalam dunia maya itu sendiri. Bagaikan pedang bermata dua, internet disamping membantu kebutuhan masyarakat namun juga menjadi wadah untuk melakukan kejahatan. Kejahatan yang terjadi di dunia maya tersebut berkembang menjadi cybercrime atau kejahatan siber. Menurut Kepolisian Inggris, cybercrime adalah segala macam penggunaan jaringan computer untuk tujuan criminal dan/atau criminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudian teknologi digital. Kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet. Kejahatan-kejahatan baru bermunculan seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan internet. Cybercrime ini mengancam siapapun dengan resiko tertangkap yang sangat minim oleh individu maupun kelompok dengan akibat kerugian yang lebih besar baik untuk masyarakat maupun Negara.

Seiring berjalannya waktu, cybercrime tidak menjadi satu-satunya kejahatan yang berkembang melalui teknologi informasi. Berbagai macam kejahatan kian bermunculan sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri. Salah satunya adalah cyberbullying. Tidak terlepas dari internet dan media social, cyberbullying berkembang dan bermunculan melalui media social. Pada kenyataannya banyak sekali kasus yang menyangkut cyberbullying. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang SDM, Kementrian Komunikasi dan Informatika yang didukun goleh UNICEF tentang “Studi Penggunaan Internet di Kalangan Anak-Anak dan Remaja di Indonesia” yang dirilis pada tahun 2014 menyebutkan persentase yang relative tinggi anak-anak menjadi korban cyberbullying. Hanya 42% rrsponden menyadari resiko ditindas secara online dan diantara mereka 13% telah menjadi korban selama tiga bulan sebelumnya. 

Cyberbullying adalah kejahatan yang dimaksud tersebut termasuk pula kejahatan yang berupa penghinaan, cemoohan serta fitnah. Kejahatan tersebut berawal dari perilaku yang mengintimidasi dan merendahkan martabat orang hingga tidak jarang mengakibatkan gangguan psikis meskipun hanya dilakukan melalui dunia maya. Kejahatan tersebut biasa disebut cuberbullying. Cyberbullying merupakan kejahatan yang berupa penghinaan, pelecehan, intimidasi atau ancaman yang dilakukan melalui dunia teknologi dan informasi.

Kejahatan cyberbullying sebagaimana dikemukakan diatas dapat di kategorikan sebagai cybercrime mengingat ciri-ciri khusus sebagai berikut: 

  1. Non-violence (tanpa kekerasan) 
  2. Sedikit melibatkan kontak fisik (Minimize of physical contact) 
  3. Menggunakan peralatan (equipment) dan teknologi 
  4. Memanfaatkan jaringan telematika (telekomumikasi, media dan informatika) global.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat ditarik permasalahan yang terjadi saat ini yakni mengenai pengertian dari cyberbullying itu sendiri serta mengenai pengaturan cyberbullying dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal ini dirasa perlu untuk diluruskan Karena akan membantu untuk memahami mengenai cyberbullying sebagai suatu kejahatan begitu pula dalam hal penanganannya.

Hasil dan Analisis

Cyberbullying adalah kejahatan yang merupakan bentuk perluasan dari bullying yang selama ini terjadi secara konvensional. Cyberbullying berbentuk kejahatan secara verbal di dalam cyberspace dan mayoritas memakan korban anak.

Adapun jenis-jenis cyberbullying adalah sebagai berikut.

  1. Flaming (terbakar) yaitu mengirim pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Secara luas, flaming adalah tindakan provokasi, mengejek, ataupun penghnaan yang menyinggung pengguna lain.
  2. Harassment (gangguan) yaitu pesan-pesan yang berisi gangguan pada e-mail, sms, mauun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara terus menerus. Pelaku harassment akan sering menulis komentar pada korban yang dimaksudkan untuk menyebabkan kegelisahan dan akan terus mencoba untuk menghasut orang lain untuk melakukan hal yang sama.
  3. Cyberstalking, mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut.
  4. Denigration (pencemaran nama baik), yaitu proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut.
  5. Impersonation (peniruan) berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik.
  6. Outing dan trickery, yaitu outing menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain. Sedangkan trickery adalah tipu daya, membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut.

Salah satu fenomena cyberbullying yang terjadi di Indonesia adalah pada tahun 2010, Nurarafa alias Farah (18 tahun) terdakwa kasus penghinaan melalui situs jejaring sosial facebook dijatuhi vonis dua bulan 15 hari dengan masa percobaan selama lima bulan oleh hakim di Pengadilan Negeri Bogor. Dalam perkara tersebut, Ferly Fandini sebagai korban melaporkan penghinaan atas dirinya yang dilakukan oleh Nurarafah alias Farah. Saat itu Farah mengaku cemburu atas kedekatan pacarnya (Ujang) dengan pelapor (korban), sehingga Farah menulis kata-kata hinaan dalam facebooknya. Kasus tersebut merupakan salah satu bentuk kasus cyberbullying yang dimeja hijaukan. Selain daripada itu masih banyak kasus-kasus cyberbullying yang belum terekspos oleh media. Padahal banyak postingan di facebook baik tulisan maupun gambar yang menyimpang dari etika sehingga menimbulkan bullying namun tidak sampai pada ranah hukum.

Perilaku cyberbullying dapat memberikan dampak negatif, antara lain korban mengalami depresi, kecemasan, ketidaknyamanan, prestasi di sekolah menurun, tidak mau bergaul dengan teman-teman sebaya, menghindar dari lingkungan sosial, dan adanya upaya bunuh diri. Cyberbullying yang dialami remaja secara berkepanjangan akan menimbulkan stres berat, melumpuhkan rasa percaya diri sehingga memicunya untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang seperti mencontek, membolos, kabur dari rumah, bahkan sampai minum minuman keras atau menggunakan narkoba. Cyberbullying juga dapat membuat mereka menjadi murung, dilanda rasa khawatir, dan selalu merasa bersalah atau gagal. Sedangkan dampak yang paling menakutkan adalah apabila korban cyberbullying sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya (bunuh diri) oleh karena tidak mampu menghadapi masalah yang tengah dihadapinya. Kekerasan cyberbullying pada remaja apabila tidak segera diselesaikan dengan baik dihawatirkan akan muncul perilaku negatif yang berakibat fatal. Maka tindakan-tindakan preventif harus segera dilakukan untuk menanggulangi masalah- masalah tersebut. Tindakan preventif bisa dilakukan mulai dari diri sendiri, misalnya menambah wawasan tentang penggunaan teknologi informasi, memperkaya kreatifitas, dan mulai menanamkan sikap kearifan sejak dini 

Dalam Undang-Undang ITE tidak terdapat unsur yang jelas mengenai cyberbullying. Hanya terdapat unsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan. Sedangkan jenis cyberbullying tidak hanya mengandung unsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan saja, tapi menyangkut unsur dari flaming, harassment, impersonation, outing, trickery, exclusion, dan cyberstalking.

Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektroni tidak terdapat unsur yang jelas mengenai cyberbullying. Hanya terdapat unsur penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan. Jika melihat dari definisi cyberbullying yang menitikberatkan pada pengancaman kekerasan secara verbal, sanksi bagi pelaku tindak kejahatan cyberbullying dikenakan pasal 29 Undang-Undang ITE. Pasal 29 Undang-Undang ITE tersebut menentukan:

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang diajukan secara pribadi.” Dan Pasal ini mempunyai sanksi pidana sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45B. “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00

Disebutkan dalam Pasal 29 Jo. Pasal 45B tersebut bahwa ancaman (termasuk yang mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil) tersebut hasruslah ditujukan secara pribadi. Pengancaman yang dimaksud dalam Pasal tersebut juga berupa ancaman membuka rahasia atau mencemar. Apa yang dimaskud pribadi yaitu orang perseorangan (manusia atau natural person) sehingga dengan demikian termasuk korporasi/penjelasan Pasal 29 tidak memberikan keterangan apapun. Tindak pidana ini hanya dapat dipertanggung jawabkan secara pidana kepada pelakunya apabila sasaran atau korban tindak pidana tersebut adalah orang perseorangan karena yang dapat merasa takut adalah manusia.

Penutup

 

  • Kesimpulan

 

Cyberbullying merupakan salah satu kejahatan yang sudah seringkali terjadi di indonesia. Cyberbullying kian terjadi di media sosial yang banyak digunakan oleh semua orang khususnya usia muda. Media social sendiri menjadi wadah yang empuk bagi pelaku cyberbullying. Banyak kasus cyberbullying yang terjadi di indonesia yang tidak jarang memakan korban. Dalam UU ITE belum ada pasal yang jelas yang mengatur dan memenuhi unsur dari cyberbullying sendiri. 

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), PT. Refika Aditama, Jakarta.

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2009, Cyber Law: Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung.

Mardani, 2009, Bunga Rampai Hukum Aktual, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Novan Ardy Wiyani, 2012, Save Our Children From School Bllying, AR-RUZZ Media, Jogjkarta.

Jurnal/Karya Ilmiah

Friskilla Clara S. A. T, 2016, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Cyberbullying Dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana, Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3.

I G A Ayu Dewi Satyawati dan Sagung Putri M. E. Purwani, 2014, Pengaturan Cyber Bullying Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kertha Wicara, Vol. 03, No. 02.

Maulida Nur Muhlishotin, 2017, Cyberbullying Perspektif Hukum Pidana Islam, Jurnal Hukum Pidana Islam, Vol. 3, No. 2. 

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektonik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952.

Internet

Indra Safitri, “Tindak Pidana di Dunia Cyber” dalam Insider, Legal Journal From Indonesian Capital & Investmen Market. Dapat dijumpai di Internet: http://business.fortunecity. com/buffett/842/art180199_tindakpidana.htm. Diakses pada tanggal 10 November 2019.

 

Oleh: Sagung Dewi Tarastya Yudhi Putri

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana


Baca juga: Mencoba Menghapus Stigma Spesialis Wakil