Search

Home / Aktual / Edukasi

Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Melalui Pencegahan KLB Keracunan Pangan

   |    01 Desember 2019    |   19:00:16 WITA

Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Melalui Pencegahan KLB Keracunan Pangan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya. (Foto: Istimewa)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Penyakit yang diakibatkan pangan merupakan salah satu penyebab penting kesakitan dan kematian yang berpengaruh pada pembangunan sosio-ekonomi negara termasuk pembangunan kesehatan di Bali.

Pangan yang terkontaminasi bakteri, virus, parasit atau bahan kimia berbahaya menyebabkan lebih dari 200 penyakit. Penyakit tersebut apabila tidak dilakukan pencegahan akan menimbulkan keracunan pangan yang berdampak pada timbulnya Kejadian Luar Biasa(KLB).

“Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat Bali setinggi-tingginya melalui penguatan mutu pelayanan kesehatan. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan tersebut salah satunya melalui pencegahan terjadinya KLB akibat keracunan pangan,” demikian dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya MPPM baru-baru ini.

Kadiskes Bali menekankan informasi terkait populasi berisiko, peta agen penyebab dan faktor risiko yang berkontribusi terhadap kejadian KLB keracunan pangan sangat dibutuhkan untuk sebagai dasar strategi pencegahan. Penyelidikan KLB keracunan pangan lebih banyak diarahkan untuk menghitung jumlah kasus keracunan, bukan sebagai penunjang penanggulangan KLB yang cepat dan tepat. Setiap agen mempunyai karakteristik tersendiri untuk mengontaminasi makanan sehingga usaha pencegahan harus spesifik.

Penyebap Keracunan Pangan

Secara global, WHO memperkirakan terdapat 31 agen berbahaya (termasuk virus, bakteri, parasit, toksin dan kimia). Agen tersebut penyebab 600 juta kesakitan dan 420.000 kematian. Agen penyebab diare seperti norovirus, Salmonella enterica, Campylobacter dan E.coli. Penyebab utama kematian akibat penyakit karena pangan adalah Salmonella thypi, Taenia solium, virus hepatits A dan aflatoxin. Kesakitan akibat pangan sering dikenal sebagai keracunan pangan. Menurut Permenkes No.2 Tahun 2013, keracunan pangan didefinisikan sebagai kesakitan yang dialami oleh seseorang dengan gejala dan tanda keracunan seperti mual, muntah, sakit tenggorokan dan pernafasan, kejang perut, diare, gangguan penglihatan, perasaan melayang, paralysis, demam, menggigil, rasa tidak enak, letih, pembengkakan kelenjar limfe, wajah memerah dan gatal-gatal, akibat mengkonsumsi pangan yang diduga mengandung cemaran biologis atau kimia.

Kasus kematian pangan akibat keracunan pangan terus meningkat. Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 menemukan sekitar 200 laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan terjadi di Indonesia tiap tahunnya. Pada tahun 2010, tercatat terdapat 429 laporan kasus keracunan pangan dan diyakini angkanya jauh lebih besar karena jumlah provinsi yang melaporkan baru 63%. Data Kementerian Kesehatan dan BPOM empat tahun terakhir menunjukkan bahwa agen penyebab keracumam pangan sulit ditentukan. Sebanyak 53% penyebab KLB tahun 2009 tidak diketahui dan pada terjadi penurunan menjadi 13% tahun 2013. Berdasarkan laporan dari Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, kejadian keracunan makanan pada tahun 2018 mencapai 14 kasus. Enam puluh persen penyebab KLB keracunan pangan diduga disebabkan oleh bakteri, tanpa ada bukti konfirmasi laboratorium bahwa betul penyebabnya adalah bakteri. Jenis bakteri yang menyebabkan KLB tidak dapat diketahui pasti. (ISU/PDN)


Baca juga: Ini Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru PTN Tahun 2020