Search

Home / Kolom / Opini

Kebijakan New Normal Dalam Bingkai Walfare State Khas Indonesia

   |    31 Mei 2020    |   23:32:36 WITA

Kebijakan New Normal Dalam Bingkai Walfare State Khas Indonesia
I Made Marta Wijaya. (Foto: Istimewa)

Kasus Covid-19 di Indonesia sampai saat ini tinggi dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan jumlah orang pasien positif Covid-19. Meskipun di beberapa daerah yang masuk zona merah telah menerapkan kebijakan PSBB sebagaimana ketentuan yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Aturan ini dikeluarkan dalam rangka percepatan penanganan penyebaran Covid-19 dengan meliburkan sekolah, membatasi akses tempat ibadah dan transportasi umum, menutup pusat perbelanjaan dan membatasi kegiatan lainnya salah satunya aktivitas di tempat kerja dan bisnis. 

Akan tetapi, beberapa hari terakhir, kebijakan PSBB mulai tidak dipatuhi masyarakat yang jenuh dengan kebijakan yang mulai tidak konsisten, bahkan sebagian orang ingin PSBB dilonggarkan karena desakan kebutuhan ekonomi yang kian mengkhawatirkan. 

Kebijakan New Normal: Pilihan Dilematis Pemerintah

Adanya wacana melonggarkan PSBB sebagai bagian dari kebijakan new normal yang sedang hangat dibahas berbagai kalangan terutama pemerintah. Pelaksanaan kebijakan new normal pun telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Melalui Permenkes ini, telah diberikan panduan lengkap aturan new normal yang harus dipatuhi perusahaan di tempat kerja, baik di perkantoran maupun industri/pabrik. Misalnya  Perusahaan juga harus mengatur kebijakan bekerja dari rumah (work from home) dengan menentukan pekerja esensial yang perlu tetap bekerja/datang ke tempat kerja dan pekerja yang dapat melakukan pekerjaan dari rumah.

Terdapat pula pengaturan waktu kerja tidak terlalu panjang atau lembur yang akan mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan/imunitas tubuh. Tentu Permenkes ini sangat baik apabila mampu dilaksanakan oleh semua pihak, khususnya pengusaha agar dapat menjamin terjaganya kesehatan dan keselamatan pekerjanya. 

Meskipun demikian, banyak pihak telah memperkirakan penurunan angka penyebaran Covid-19 di Indonesia akan mundur dan melampaui prediksi awal. Hal ini dikarenakan jika kebijakan pelonggaran PSBB tetap dilakukan pemerintah, itu akan mengeser waktu puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia yang awalnya diprediksi terjadi pada akhir Mei menjadi akhir Juni 2020. Ini seharusnya pemerintah mengambil langkah yang terarah, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam menentukan kebijakan kedepannya termasuk pelonggaran PSBB awal bulan depan. 

Konsep Welfare State Keindonesiaan: Rujukan Perumusan Kebijakan New Normal

Menyusun maupun mengambil kebijakan yang strategis dalam kondisi yang krisis seperti saat ini memang sangat menyulitkan pemerintah selaku pelaksana kekuasaan negara. Meskipun demikian, pemerintah harus mampu mewujudkan kebijakan publik yang mengayomi dan melindungi hak-hak rakyat untuk mendapatkan ketentraman hidup termasuk di tengah kondisi pandemi Covid-19.

Hal ini merupakan amanah dari tujuan negara salah satunya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sebagai wujud penerapan konsep negara kesejahteraan atau (walfare state). Maka, kebijakan new normal yang nantinya melonggarkan PSBB dapat mengakomodasi konsep tersebut sebagaimana diamanatkan para perumus atau pendiri bangsa (the founding fathers) Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Bahwa konsep negara kesejahteraan sejatinya telah tegas tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945 alinea keempat yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan selutuh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum, mencerdasarkan kehidupan bangsa, dan ikut melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…..”

Tampak jelas bahwa negara ini dibentuk untuk mewujudkan tujuan tersebut dengan membentuk pemerintah yang mampu mewujudkan negara ini sebagai negara kesejahteraan yang berlandasakan Pancasila. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah mampu mengambil kebijakan yang mendukung tujuan tersebut tercapai termasuk dalam kondisi pandemi Covid-19 sekarang ini. 

Hal tersebut sangat berkaiatan dengan ciri-ciri dari konsep negara kesejahteraan yaitu munculnya campur tangan pemerintah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, pemerintah seringkali melakukan intervensi terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat guna menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sehingga sudah seharusnya pemerintah dalam mengambil kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, misalnya kebijakan new normal dengan melonggarkan PSBB ataupun susunan panduan yang telah dibuat harus tetap merujuk pada konsep walfare state yang keindonesiaan.

Agar kebijakan tersebut dapat dijalankan dengan konsekuen dan penuh amanah oleh semua pihak. Bahwa secara konstitusional, selain telah dirumuskan konsep negara kesejahteraan (welfare state) dalam tujuan negara yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945, juga telah ditegaskan dan terpositivisasi dalam Pasal 33 dan Pasal 34 UUD NRI 1945. 

Pasca amandemen keempat, tugas negara di bidang kesejahteraan sosial ini diperluas dengan tambahan tanggung jawab untuk mengembangkan sistem jaminan sosial dan memberdayakan kelompok masyarakat miskin, serta memberikan pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum bagi rakyatnya. Lebih lanjut bahwa konsep negara kesejahteraan menempatkan bestuurszorg functie sebagai fungsi yang pertama bagi negara.

Fungsi zorgen membebankan kepada negara untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan seluas-luasnya kepada masyarakat, sehingga semua lapisan masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dalam kehidupannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, diharapkan pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan harkat hidup orang banyak pada masa pandemic Covid-19 lebih berhati-hati.

Hal ini mengingat, setiap kebijakan yang diambil selama kondisi darurat memiliki risiko yang lebih besar dari kondisi pada umumnya. Sehingga  pemertintah harus mampu meminimalisasi ketidakefektifannya dengan cara mematangkan segala aspek yang berkaitan agar nantinya menjadi sebuah kebijakan yang mampu menatata kehidupan baru atau new normal yang digagas pemerintah dengan tepat, konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan.

 

Semarapura, 27 Mei 2020

I Made Marta Wijaya, S.H.

Alumni Fakultas Hukum Universitas Udayana


Baca juga: Mencoba Menghapus Stigma Spesialis Wakil