Search

Home / Kolom / Opini

KASUS KORUPSI : Lebih Murah dan Efektif dengan Pencegahan daripada Penindakan

   |    14 Maret 2018    |   11:29:57 WITA

KASUS KORUPSI : Lebih Murah dan Efektif dengan Pencegahan daripada Penindakan
TP4D Kejati Bali

Mencegah lebih baik ketimbang mengobati, biaya mencegah juga lebih murah daripada harus mengeluarkan biaya mengobati. Prinsip di bidang kesehatan ini sangat sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Republik Indonesia dan Inpres Nomor 1 tahun 2016, tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

 

DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Korupsi terjadi bisa terjadi karena kesalahan administrasi, atau memang karena ada niat dan kesempatan. Namun ingat, korupsi juga bisa dicegah dengan dilakukan melalui perbaikan sistem untuk memperkecil peluang, atau kesempatan terjadinya tindak pidana korupsi.

Memberantas korupsi sampai titik nol merupakan hal yang tidak mungkin, tapi paling tidak adalah upaya dan keseriusan untuk memperkecil tindak pidana korupsi masih sangat mungkin bisa dilakukan, namun tentu dengan catatan harus konsisten.

Bila melihat dari sisi ekonomisnya, pemerintah menganggarkan biaya operasional sangat besar di setiap tingkatan pemeriksaan peradilan. Mulai dari proses menemukan pelaku, hingga membawa pelaku ke penjara. Disanalah ada biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah per tahapannya. Dari tahapan di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan sampai pada akhirnya ke Lembaga Pemasyarakatan.

Jadi logikanya, biaya atau anggaran besar tersebut secara otomatis tidak perlu dikeluarkan oleh pemerintah, bilamana proses pencegahan bisa dilakukan secara massif di Republik Indonesia ini.

Kembali ke proses pencegahan yang harus dilakukan secara massif, hal ini juga bisa sebagai early warning, sinyal atau peringatan kepada para koruptor. Langkahnya, menjalankan sosialiasi, pengawalan, pendampingan dan pengamanan di setiap proses tahapan pelaksanaannya.

Tapi tentu dalam prosesnya, harus juga diiringi oleh proses penindakan, sebagai langkah atau upaya terakhir apabila proses pencegahan ini tidak bisa dilakukan oleh para pihak-pihak yang berkompenten di bidangnya.

Dari teori dalam proses penegakan hukum, ada beberapa langkah awal diantaranya dengan terlebih dahulu melakukan langkah Preventif untuk mencegah kejadian yang belum terjadi.

Persuasif, bentuk pengendalian yang bersifat untuk mengarahkan agar taat dan patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan, atau dalam arti lain menggunakan pendekatan atau sosialisasi.

Dan terakhir Represif, harus dilakukan setelah terjadinya suatu pelanggaran, atau usaha-usaha yang dilakukan setelah pelanggaran terjadi. Dengan kata lain, apabila upaya pencegahan preventif dan persuasive sudah dilakukan dan ternyata memang masih ada upaya melakukan tindak korupsi, maka proses penindakan jadi jalan terakhir.

Dari gambaran diatas, tentang upaya pencegahan korupsi di Republik Indonesia ini, maka sebagaimana diketahui kerangka regulasinya adalah mengacu kepada Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Disebutkan disana, kementerian, lembaga dan pemerintah daerah wajib mengimplementasikan Inpres tersebut. Inpres ini untuk dua tahun, 2016 dan 2017, kementerian, lembaga dan pemerintah daerah diharapkan untuk sama-sama melaksanakannya. Pada Inpres itu difokuskan pada dua hal, yakni soal pencegahan tindak pidana korupsi dan penegakan hukum di bidang pemberantasan korupsi.

Kedua fokus tersebut akan diimplementasikan dalam tujuh sektor. Ketujuh sektor dimaksud, industri ekstraktif/pertambangan, infrastruktur, sektor privat, penerimaan negara, tata niaga, BUMN dan pengadaan barang dan jasa. Implementasi Inpres itu BUMN dan sektor swasta didorong agar setiap perusahaan di Indonesia dimulai dari BUMN mempunyai sertifikasi anti korupsi atau ESO 37001.

Inpres ini menyasar tiga hal, pertama memperbaiki indeks persepsi korupsi. kedua memperbaiki ease of doing bussiness dan ketiga transparansi pemerintahan.

Berangkat dari Inpres Nomor 10 tahun 2016 tersebut, instansi terkait saat ini sedang terfokus pada upaya pencegahan korupsi. Ambil contoh saja upaya preventif sekaligus kuratif yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bernama Program Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Bidang Pencegahan dan Penindakan Terintegrasi.

Menunya memang lebih banyak program pencegahan korupsi, seperti perbaikan sistem dan tata kelola, serta peningkatan kapasitas dan integritas sumber daya manusia. Pada pelaksanaannya, program ini juga menggandeng tim penindakan, untuk mempertegas bahwa KPK tidak akan segan untuk menindak pejabat dan penyelenggara negara yang masih berani "bermain api".

Seperti disebutkan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo pada waktu itu, pencegahan sebagai upaya penyatuan dengan kerja penindakan. Sebagai langkah utama, KPK fokus ke beberapa hal yang dianggap celah rawan korupsi.

“Karena KPK menilai, perbaikan sistem dan manusia harus dilakukan secara simultan agar pemerintah daerah bisa berjalan dengan bersih, transparan, akuntabel dan pro rakyat,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo pada pertengahan bulan Mei 2017.

Yang dilakukan tim Korsup KPK, bukan sekadar mendampingi dengan memberikan rekomendasi. Melainkan juga memastikan, bahwa rencana aksi untuk mencegah korupsi di lingkungan masing-masing, berjalan sesuai agenda.

Sejalan dengan itu, merujuk Inpres Nomor 1 tahun 2016, tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Jaksa Agung RI mengimplementasikannya dengan menerbitkan PERJA nomor: PER-014/A/JA/11/2016, tentang mekanisme kerja teknis dan administrasi tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Kejaksaan RI.

Bahwa untuk menjaga dan mengawal dan memastikan setiap tahapan pembangunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka diperlukan komunikasi yang baik agar kendala dapat diatasi.

“Dalam hal ini, Kejaksaan tidak sebatas hanya fokus pada penindakan, tapi saat ini juga terfokus pada tahapan pencegahan melalui upaya-upaya pendampingan yang salah satunya ada di program Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) ini," jelas Asintel Kejati Bali, Eri Satriana, SH.MHum, belum lama ini.

 

Penulis:
Heri Subagyo


Baca juga: Mencoba Menghapus Stigma Spesialis Wakil