Search

Home / Khas /

Menyadari Dampak Ekonomi Imbas PSBB

   |    27 September 2020    |   22:12:04 WITA

Menyadari Dampak Ekonomi Imbas PSBB
Pekerja bekerja di kafe yang sementara tidak melayani makan di tempat karena pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, Jumat (25/9/2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang masa pemberlakuan PSBB hingga 11 Oktober 2020 untuk menekan laju kasus positif COVID-19 di Jakarta.

SEJAK awal merebaknya virus corona (COVID-19) di Indonesia pada 2 Maret 2020, seketika itu pula muncul kecemasan dan kekhawatiran akan bayang-bayang dampaknya bagi beragam aktivitas publik.

Kini--setelah tujuh bulan berlalu--dampak itu semakin nyata dan tidak sekedar bayang-bayang. Semua aktivitas terdampak dan berubah mencari bentuk untuk menyesuaikan terhadap situasi.

Sektor ekonomi adalah wajah kehidupan nyata masyarakat yang ikut terdampak. Dampak itu dirasakan langsung dalam keseharian masyarakat.

Dampak pada sektor ekonomi juga terlihat dari aktivitas beragam usaha di badan-badan usaha swasta maupun milik negara. Semua terpukul dan terguncang sekaligus menjadi tolok ukur betapa berat kontraksi yang dihadapi perekonomian nasional.

Sebagai ibu kota negara, DKI Jakarta sampai saat ini masih menjadi pusat pemerintahan sekaligus pusat penggerakan dan pengendalian perekonomian nasional. Industri dan jasa digerakkan dari kota metropolitan ini.

Dampak sangat berat akibat pagebluk virus corona ini juga dihadapi perusahaan-perusahaan yang berkantor di Jakarta. Pabrik dan industri beragam produk bisa jadi ada di daerah tetapi manajemen pengendaliannya banyak di Jakarta.

Ketika Jakarta menjadi episentrum wabah ini, imbasnya juga ke berbagai daerah. Lihat saja saat diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dI Jakarta mulai 10 April 2020.

Aktivitas publik banyak berhenti dan dihentikan, baik secara sukarela maupun dipaksa. Aktivitas ekonomi kembali menggeliat saat PSBB Transisi dimulai pertengahan Juni 2020 meski tetap ada pembatasan.

Dibatasi Lagi
Tetapi pelonggaran berdampak pada peningkatan kasus positif sehingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberlakukan kembali PSBB mulai 14 September lalu untuk dua pekan.

Meski diklaim mampu memperlambat laju penularan virus corona tetapi PSBB diperpanjang lagi hingga 11 Oktober 2020. Kini pelonggaran aktivitas publik termasuk kegiatan ekonomi yang mulai tumbuh dikembali dihadapkan pada pembatasan-pembatasan.

Dampaknya adalah pemulihan ekonomi di Jakarta sebagai sentra perekonomian nasional masih harus lebih lama lagi. Apalagi tak ada yang bisa memastikan akan sampai kapan PSBB ini?

Hal itu sangat tergantung kemampuan mengendalikan virus yang bermula dari Wuhan (China) tersebut. Kemampuan itu ada di masyarakat untuk disiplin menghindari potensi penyebarannya dan pemerintah dalam menegakkan aturan agar masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Harapannya tentu penularan virus bisa benar-benar dikendalikan setelah 11 Oktober sehingga PSBB tak perlu diperpanjang lagi. Betapa tidak enaknya hidup dalam pembatasan-pembatasan, tetapi demi menghentikan penyebaran virus maka kenyataan itu harus dilalui dengan kesadaran bersama.

Dunia usaha di seluruh negara adalah salah satu pihak yang terdampak pandemi ini. Sebagai penggerak ekonomi negara, harus diakui kadang dihadapkan dilema pada pilihan antara ekonomi atau kesehatan.

Pilihan pada ekonomi, namun dihantui kekhawatiran semakin banyak korban jatuh akibat terpapar virus corona. Sedangkan pilihan pada kesehatan, dikhawatirkan bisa ekonomi terancam resesi.

Jalan tengah yang ditempuh banyak negara termasuk Pemerintah Indonesia atas pilihan dilematis itu adalah penerapan disiplin protokol kesehatan. Itu juga berlaku untuk dunia usaha.

Tidak Besar
Namun Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu memperkirakan bahwa dampak penerapan kembali PSBB di Jakarta kepada sektor perekonomian, tidak besar.

"Dampak terhadap estimasi kita cukup minimal. Jadi, untuk PSBB, kita lihat tidak terlalu besar dampaknya," katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (25/9).

Hal itu terjadi karena tren mobilitas pada sektor ritel menuju ke arah positif dari yang sebelumnya pada April dan Mei mengalami tekanan sangat dalam. "Tren mobilitas untuk ritel ke arah positif. Orang harus belanja," ujarnya.

Tak hanya itu, penerapan PSBB juga hanya dilakukan di Jakarta sehingga masih banyak daerah lain yang berkontribusi besar terhadap ekonomi Indonesia.

Ekonomi Jakarta hanya berapa persen dari Indonesia, meski relatif besar. Tapi daerah lain tidak ada pembatasan yang ketat meski harus manajemen hati-hati.

Selain itu, perekonomian Indonesia sangat lincah dalam menghadapi krisis COVID-19. Seperti munculnya berbagai variasi usaha makanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
 
Masyarakat sudah mulai terbiasa new normal tapi makan tidak berkurang bahkan bervariasi. "Ini luar biasa perekonomian kita sangat agile meski sangat rendah dibandingkan 2019," ujarnya.

Meski demikian, pemerintah akan terus memantau dampak penerapan PSBB yang kembali terhadap perekonomian kuartal III 2020. Dampaknya diperkirakan ke kuartal III tidak besar.

Pengawasan Ketat
Walaupun diperkirakan dampaknya tidak terlalu besar, tetapi PSBB tetap saja membuat berat dunia usaha. Hanya saja tak ada pilihan lain bagi kalangan dunia usaha.

Meski berat, kalangan dunia usaha pun mendukung penerapan kembali PSBB di Jakarta demi menekan penyebaran virus corona jenis baru tersebut.

"Kami dari pengusaha punya komitmen yang tinggi, kalau untuk mematikan penyebaran COVID-19, kami siap melaksanakan dengan konsekuensi yang ada," kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Jakarta Sarman Simanjorang.

Pemberlakuan PSBB diakui berdampak berat bagi pengusaha di Jakarta karena pembatasan aktivitas bisnis. PSBB kali ini diharapkan lebih efektif untuk menekan angka penyebaran COVID-19 sehingga aktivitas usaha bisa pulih dan normal kembali.

Selama dua bulan terakhir saat PSBB Transisi, dunia usaha mulai bergairah. Aktivitas usaha berjalan meski dengan keterbatasan yang ada.
 
Dunia usaha di Jakarta, baru gigi satu dan gigi dua, tiba-tiba direm lagi. "Tapi kita akan laksanakan," katanya.

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) Provinsi DKI Jakarta itu juga berharap pemerintah melakukan pengawasan lebih ketat dan tegas. Yakni melakukan penindakan tanpa kompromi dalam penerapan PSBB.

Pelaksanaan PSBB mulai dari yang pertama hingga PSBB Transisi berjalan cukup efektif. Namun semakin lama disiplin warga dan pekerja terus menurun sehingga membuat angka penyebaran mengkhawatirkan.

Ini pertaruhan ekonomi karena bagi pengusaha harus ada kepastian. Kalau PSBB berkepanjangan, ketidakpastian membuat pengusaha terpuruk dan investor juga akan ragu.

Sarman juga meminta pemerintah kompak dan saling mendukung dalam penanganan COVID-19 yang ujungnya juga untuk pemulihan ekonomi. "Pemerintah harus mendorong kalau kita ini satu kesatuan, dengan kebersamaan, kita mampu melawan COVID-19," katanya.

Memahami
Kalangan usaha di DKI Jakarta pu tak ada pilihan, kecuali memahami keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
memperpanjang PSBB hingga 11 Oktober 2020.

Perpanjangan PSBB sudah pasti semakin memberatkan pengusaha, mulai transaksi yang minim, omzet yang turun hingga 80 persen, "cash flow" yang semakin tertekan serta biaya operasional semakin membebani pengusaha.

Tapi ini risiko yang harus dihadapi dan tanggung bersama. Yang menjadi harapan adalah PSBB ini yang terakhir supaya ada kepastian bagi dunia usaha.

Karena jika pandemi COVID-19 ini semakin berkepanjangan, maka masalah yang timbul akan semakin besar. Seperti angka PHK yang bertambah, semakin banyaknya UMKM yang tutup, angka kemiskinan bertambah dan munculnya berbagai masalah sosial.

Tapi semua ini akan dapat di atasi dengan semangat gotong-royong dan kebersamaan. Selain itu semua memiliki kesadaran yang tinggi untuk disiplin melaksanakan protokol kesehatan.

Semakin cepat mampu mengendalikan dan menekan penularan COVID-19 maka akan semakin cepat pula memulihkan perekonomian.

Sekalipun pemerintah sudah mengumumkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kwartal III-2020 mengalami kontraksi minus 2,9 persen hingga minus 1,2 persen yang menandakan Indonesia akan memasuki resesi, namun pengusaha tidak khawatir dengan resesi. Justru mereka akan khawatirkan jika pandemi berkepanjangan.

"Kami menyadari bahwa fundamental ekonomi kita masih kuat, jika pandemi ini segera kita akhiri maka dengan normalnya kembali berbagai aktivitas ekonomi dan bisnis maka kita akan cepat keluar dari resesi," katanya.

Jadi kunci utamanya adalah semua berperan menghentikan penyebaran COVID-19 dengan konsisten melaksanakan protokol kesehatan.
Dengan demikian efektivitasnya dapat dirasakan, yaitu angka penyebaran COVID-19 semakin menurun.

(ANT/ISU/PDN)


Baca juga: Wabup Sanjaya Melaksanakan Persembahyangan di Pura Luhur Muncak Sari