GENGGONG merupakan satu satu instrument karawitan tradisional Bali yang unik dan langka. Kini hanya terdapat di sejumlah daerah tertentu di Pulau Dewata, termasuk Buleleng. Alat musik rakyat yang secara tradisional hanya dimainkan sebagai alat musik tunggal atau sejumlah kecil genggong lainnya sebagai hiburan informal. Genggong dengan tambahan kecek, kenuk, kendang, suling, rindik, kempul, menjadi seni pertunjukkan musik yang memiliki estetika keindahan. Alat musik dahulu digunakan sebagai sarana kelengkapan kegiatan upacara keagamaan dan hiburan bagi masyarakat tradisional. Atraksi genggong sempat dipentaskan pada Buleleng Development Festival (BDF) 2024, Sabtu (17/8/2024) di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Bung Karno, Singaraja. Pemetasan yang dipersembahkan Sekeha Genggong Dharma Jati Desa Selat, Sukasada, Buleleng ini mampu menyedot antusiasme pengunjung untuk menyaksikan pertunjukkan seni musik langka di Buleleng tersebut. Bahkan konon seni music ini hanya ada satu-satunya di Buleleng yang masih tetap eksis. Saat itu seniman yang tampil mengenakan ciri khas pakain Patih dengan 19 penabuh yang rata-rata telah berusia di atas 50-an. Mereka membawakan tabuh, seperti Tabuh Gegenderan, Pependetan, Panglungan dan Singaraja Sakti. Ketut Yana (55) selaku Ketua Sekeha Dharma Jati Desa Selat, Sukasada ini mengatakan kesenian genggong yang berdiri sejak 1980-an tersebut diprakarsai oleh Wayan Semita. Ia merasa bersyukur, kesenian ini masih eksis sampai sekarang, dan sering tampil di berbagai event. Seperti pentas di Pawai Pembangunan, Hotel Matahari, Hotel Lovina dan pernah tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB). “Musik genggong satu-satunya ada di Buleleng, kalau di luar Buleleng hanya Gianyar Pegok dan Karangasem yang saya tahu. Dan pertunjukkan genggong ini bisa dilakukan pada acara Dewa Yadnya dan Manusia Yadnya seperti tiga bulanan, jika ada yang ngupah,” tutur Ketu Yana, Kamis (29/8/2024) di Buleleng. Terkait dukungan dalam upaya pelestarian dari seni pertunjukkan tradisional ini, pihaknya telah dibantu oleh tokoh masyarakat di desanya. Pihak desa adat dan dinas berupa pakaian dan perangkat gamelan rindik serta biaya perawatan gamelan. ”Dukungan ini sangat berarti sekali untuk kami, dulu pernah mandeg, namun karena dukungan tersebut akhirnya bisa bergeliat lagi,” ujarnya. Untuk tetap melestarikan kesenian tradisional ini, pihaknya telah merekrut anak- anak usia sekolah di desanya yang memiliki bakat memainkan genggong. Ia berharap dengan begitu akan terjadi meregenerasi dan pelanjut sekeha dipimpinnya tersebut. “Dukungan semua pihak sangat kami perlukan di tengah kemajuan zaman. Inilah tantangan kami, mudah-mudahan semua pihak merasakan dan memiliki jiwa untuk ikut melestarikan seni budaya tradisional yang adi luhung ini,” tutupnya. (suteja)