DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Pandemi COVID-19 tak menyurutkan niat dari Kelompok Tenun Songket Arta Sedana dari Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem yang terbentuk sejak 2016 itu untuk tetap berkarya meskipun omzet penjualan menurun tajam. Ni Kadek Winiyanti, Ketua Kelompok Tenun Songket Arta Sedana yang menaungi 50 perajin itu mengatakan pandemi COVID-19 telah menyebabkan dalam sebulan rata-rata kelompoknya hanya dapat menjual lima lembar kain songket dengan harga perlembar sekitar Rp1,3 juta. Sebelum pandemi, setiap hari ada saja dari pihak salon yang sekaligus melayani rias pengantin yang memesan selembar kain songket dengan harga berkisar Rp1,7 juta-Rp2,5 juta. Di samping juga penjualan melalui sejumlah pameran berskala daerah maupun nasional. "Kami sangat bersyukur dalam beberapa bulan terakhir ini difasilitasi untuk berpameran sehingga kami yang tetap berkarya di tengah pandemi, produk-produknya bisa terserap," ucap perajin yang telah bisa menenun sejak kelas 1 Sekolah Dasar itu. Untuk satu lembar kain songket berbahan sutra, harganya dibanderol Rp5 juta, proses penenunannya bisa memakan waktu dua hingga tiga bulan, sedangkan songket yang berbahan kain katun dengan harga rata-rata Rp1,3 juta bisa dikerjakan dalam waktu satu bulan. Kadek Winiyanti dengan anggota kelompoknya yang telah menerima bantuan beras dari Dekranasda Provinsi Bali itu sangat berharap agar UMKM berskala kecil dapat lebih diperhatikan pemerintah dan jangan hanya memperhatikan perajin yang punya "brand" yang telah besar saja. "Terus bangkitkan UMKM agar tetap maju. Demikian juga jika menggelar pameran agar benar-benar bisa memfasilitasi mereka yang benar-benar perajin, bukan hanya para pedagang. Selain itu bantuan kepada UMKM agar bisa ditingkatkan," ucapnya. Dalam sebulan pelaksanaan Pameran Bali Bangkit di Desember 2020 yang digelar Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali bekerja sama dengan Dekranasda Provinsi Bali itu, dia mengaku dapat menjual kain songket dan endek hingga Rp85 juta. Pandemi COVID-19 juga semakin memaksanya untuk melakukan promosi menggunakan sarana digital melalui sejumlah kanal media sosial agar produk songket dan tenun endek yang diproduksi semakin dikenal pasar dan terserap lebih cepat. Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan provinsi setempat perlu melakukan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi tak hanya selama ini bergantung pada pariwisata. Itu sebagai strategi mengatasi penurunan kondisi ekonomi dampak pandemi COVID-19. "Di antaranya melalui pemulihan UMKM melalui korporatisasi, digitalisasi (marketing hilir dan hulunya) dan pembiayaan, baik melalui bank, BPR, maupun pembiayaan lainnya," ujar Trisno. Bank Indonesia juga telah menggelar pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) pada 2020 lalu sebagai salah satu upaya untuk membantu pemasaran UMKM di Pulau Dewata agar bisa tetap produktif di tengah pandemi COVID-19. Dalam KKI Seri 1, UMKM Binaan Kantor Perwakilan BI Provinsi Bali bahkan meraih penjualan tertinggi sebesar Rp730,98 juta. Kemudian pada KKI Seri 2 dengan penjualan Rp2,9 miliar lebih, dan pada KKI Seri 3 UMKM binaan BI Bali meraih penjualan sebesar Rp3,14 miliar lebih. Dengan kegiatan tersebut dapat membantu UMKM dalam bidang pemasaran produk secara 'offline' dan virtual sehingga UMKM tetap produktif di masa pandemi COVID-19 ini. UMKM dalam era COVID-19 ini umumnya mengalami penurunan penjualan, kesulitan distribusi, kesulitan modal, kesulitan bahan baku, dan kesulitan produksi. Karena itu, agar UMKM mampu bertahan di tengah pandemi harus memanfaatkan berbagai kebijakan pemerintah yang mendukung UMKM, efisiensi, beradaptasi dengan memanfaatkan berbagai saluran untuk penjualan produk, serta harus selalu kreatif dan inovatif. (ANT/DEV/PDN)
Baca juga:
Syarat Kunjungan ke Bali Tak Pengaruhi Pemesanan di RedDoorz