Search

Home / Aktual / Kesehatan

1,57 Miliar Orang Alami Gangguan Pendengaran

Editor   |    05 Maret 2025    |   00:36:00 WITA

1,57 Miliar Orang Alami Gangguan Pendengaran
Ilustrasi gangguan pendengaran. (shutterstock)

PODIUMNEWS.com - Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, dr Yudhi Pramono mengatakan bahwa berdasarkan data WHO, sekitar 1,57 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran. Sehingga menjadikannya penyebab disabilitas terbesar ketiga di dunia.

“Saat ini, lebih dari 5 persen populasi dunia atau sekitar 430 juta orang memerlukan rehabilitasi pendengaran, termasuk 34 juta anak-anak. Pada tahun 2050, diperkirakan 2,5 miliar orang akan mengalami gangguan pendengaran pada tingkatan tertentu, dan setidaknya 700 juta orang akan membutuhkan rehabilitasi pendengaran,” kata dr Yudhi melalui keterangan tertulis, Selasa (4/3/2025).

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa lebih dari 1 miliar orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran permanen akibat kebiasaan mendengarkan suara dengan volume tinggi dalam jangka waktu lama.

“Diperlukan investasi tambahan sebesar 1,4 USD per orang per tahun untuk memastikan akses layanan kesehatan pendengaran dan telinga yang optimal,” tambahnya.

Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas pendengaran pada usia ≥1 tahun sebesar 0,4 persen, dengan proporsi pengguna alat bantu dengar mencapai 4,1 persen.

“Artinya, 4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Ini menunjukkan bahwa angka disabilitas akibat gangguan pendengaran cukup tinggi di Indonesia,” jelas dr. Yudhi.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL), dr. Yussy Afriani Dewi menekankan bahwa jika tidak ada langkah pencegahan, jumlah penderita gangguan pendengaran akan meningkat menjadi 700 juta pada tahun 2050.

“Gangguan pendengaran yang tidak tertangani juga memiliki konsekuensi ekonomi yang besar, dengan potensi kerugian global mencapai 980 miliar USD per tahun,” terangnya.

dr Yussy menambahkan bahwa penyebab gangguan pendengaran sangat beragam, termasuk faktor genetik, komplikasi saat melahirkan, infeksi telinga, paparan bising, penggunaan obat ototoksik, serta proses penuaan.

“Gangguan pendengaran dapat berdampak pada kemampuan bicara dan komunikasi, meningkatkan risiko demensia, serta membatasi akses pendidikan dan pekerjaan. Hal ini dapat mengurangi kualitas hidup seseorang serta meningkatkan beban ekonomi akibat biaya perawatan yang lebih tinggi,” jelasnya.

Menurutnya, sekitar 60 persen penyebab gangguan pendengaran sebenarnya dapat dicegah. Indonesia menargetkan penurunan angka gangguan pendengaran menjadi kurang dari 1,7 persen dari total populasi pada tahun 2030. Skrining dan deteksi dini menjadi langkah penting dalam memastikan gangguan pendengaran dapat segera ditangani.

Sebagai langkah pencegahan, dr. Yussy menyarankan beberapa upaya, antara lain pemberian nutrisi seimbang bagi ibu hamil, menjaga kebersihan rumah tangga dan lingkungan, pemberian ASI eksklusif, menjaga kebersihan telinga, menghindari kebiasaan merokok, menerapkan gaya hidup sehat dan konsumsi gizi seimbang, melengkapi imunisasi dasar, serta menghindari paparan suara bising yang berlebihan.

Ia juga menegaskan bahwa edukasi kepada masyarakat dan dukungan tenaga kesehatan sangat penting dalam menciptakan generasi dengan pendengaran yang sehat.

“Rehabilitasi pendengaran dapat dilakukan melalui penggunaan alat bantu dengar, bahasa isyarat, serta terapi komunikasi total untuk membantu penderita gangguan pendengaran berinteraksi dengan lebih baik,” tambahnya. (riki/suteja)

 


Baca juga: Upayakan Kelor Mampu Saingi Ginseng Korea