Search

Home / Kolom / Opini

Bali: Lokal Jadi Tuan Rumah

Editor   |    29 Maret 2025    |   02:43:00 WITA

Bali: Lokal Jadi Tuan Rumah
Ilustrasi: warga lokal menjadi pelayan restoran untuk turis asing. (podiumnews)

"Di tanah yang diwariskan leluhur, hak atas hidup dan penghidupan kerap kali tergerus oleh gemerlap pariwisata. Warga lokal Bali, di tengah pusaran modernisasi, kini bersuara lantang: Saatnya menjadi tuan di kampung sendiri."

Ironi pariwisata Bali Selatan, dengan kontras antara Kuta yang meredup dan Canggu yang berkilauan, adalah tragedi bagi masyarakat lokal. Mereka adalah pemilik sah dari tanah yang kini menjadi panggung pertarungan ekonomi. Dalam hiruk pikuk pembangunan yang tak terkendali, suara mereka sering kali tenggelam, hak-hak mereka terabaikan.

Kita harus bertanya, untuk siapa pariwisata ini dibangun? Apakah hanya untuk kepentingan investor besar dan wisatawan asing yang datang dengan modal berlimpah? Ataukah untuk kesejahteraan masyarakat lokal, yang sejak lama menjaga keindahan alam dan kekayaan budaya Bali?

Alih fungsi lahan adalah contoh nyata ketidakadilan. Sawah-sawah yang menjadi sumber kehidupan masyarakat lokal kini tergantikan oleh vila-vila mewah dan bangunan-bangunan beton. Mereka kehilangan mata pencaharian, kehilangan identitas, dan terancam menjadi penonton di kampung halaman sendiri.

Perebutan kue ekonomi juga tak terhindarkan. Wisatawan asing, yang datang dengan modal besar, membangun bisnis-bisnis ilegal, tanpa menghiraukan aturan yang berlaku. Mereka merebut pasar yang seharusnya menjadi milik warga lokal.

Ini adalah ketidakadilan yang harus dilawan. Warga lokal harus menjadi tuan di kampungnya sendiri. Mereka harus dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terkait pembangunan pariwisata. Hak mereka atas tanah, hak mereka atas pekerjaan yang layak, dan hak mereka atas kelestarian budaya harus dihormati.

Pariwisata yang berkelanjutan adalah pariwisata yang adil. Pariwisata yang memberikan manfaat yang seimbang bagi semua, bukan hanya bagi segelintir orang. Kita harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi pariwisata tidak mengorbankan hak-hak masyarakat lokal.

Bali bukan sekadar destinasi wisata, melainkan rumah bagi jutaan orang. Kita tidak boleh membiarkan rumah ini rusak hanya demi keuntungan sesaat. Warga lokal, dengan kearifan lokal mereka, adalah penjaga sejati Bali. Mereka harus diberi peran utama dalam menjaga kelestarian Pulau Dewata. (*)

Oleh: I Nyoman Sukadana (Pegiat Media di Bali)


Baca juga: Bebal