BADUNG, PODIUMNEWS.com – Prajuru (pengurus) Desa Adat Bugbug Karangasem, Bali bersama ratusan krama (warga adat)-nya mendatangi DPRD Bali, Kamis (313/2022). Kedatangan mereka untuk menyampaikan klarifikasi perihal aspirasi yang dibawa sejumlah warga desa tersebut pada 23 Maret 2022. Penyarikan (Sekretaris) Desa Adat Bugbug, I Wayan Merta mengatakan klarifikasi ini penting lantaran enam poin yang disampaikan kelompok warga sebelumnya sama sekali tidak benar. Enam poin tersebut, yakni; Pertama, bahwa pemilihan Bendesa Adat bertentangan dengan pararem dan penuh dengan intimidasi. Pernyataan ini menurutnya sangat tidak benar. Mengacu pada Pergub Nomor 4 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, baru terealisasi pada tanggal 6 Maret 2020, dengan demikian pada masa itu masih transisi, belum tersosialisasikan dengan baik. Sementara pihaknya telah melakukan tahapan mulai tanggal 23 Agustus 2020. Pihaknya berpendapat bahwa regulasi proses pemilihan Bendesa Adat Bugbug telah sesuai dengan Perda Nomor 4 tahun 2019, pasal 29 ayat 2, bahwa Bendesa Adat/sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipilih oleh krama secara musyawarah mufakat dan ayat 4 bahwa pemilihan Bendesa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penunjukan Prajuru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan awig-awig/ atau Pararem (Peraturan Adat). "Hal ini dapat kami buktikan dengan tahapan- tahapan pemilihan Bendesa Adat/sebutan lain, dari musyawarah tingkat banjar adat (ada 12 Banjar Adat), musyawarah mufakat paruman Nayaka, dan Musyawarah mufakat Sangkepan Krama Ngarep yang dipimpin langsung oleh mantan Kelian Desa Adat Bugbug I Wayan Mas Suyasa, SH didampingi oleh Jro Bendesa Adat Bugbug I Nyoman Jelantik," katanya. "Hal ini sangat konsisten dengan Awig-awig Desa Adat Bugbug saduran 2002, Palet 2 Pawos 15 angka 4 huruf n, c, r dan angka 5 huruf n dan c," imbuhnya. Proses pengadegan (pemilihan) Bendesa Adat ini telah dianggap final oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dengan dikeluarkannya Keputusan MDA Provinsi Bali Nomor: 477/SK-K/MDA-Pbali/II/2021 tentang Penetapan, serta Pengakuan Prajuru Desa Adat Bugbug berdasarkan Rekomendasi MDA Kabupaten Karangasem perihal Penerbitan SK Pengukuhan Prajuru Desa Adat Bugbug Kecamatan Karangasem Nomor: 230/Rek/MDA-Kr.asem/XII/2020. "Jika dikaji, kami telah melakukan proses mejaya-jaya pada tanggal 13 Oktober 2020, hal ini membuktikan bahwa MDA Provinsi Bali sangat hati-hati mengeluarkan keputusan, masalah ini dipelajari selama 5 bulan itupun setelah tidak ada satupun krama masyarakat Bugbug yang melapor keberatan barulah keputusan keluar tanggal 4 Februari 2021," ujarnya. Kedua, bahwa penggunaan Dana Hibah Gubernur yang difasilitasi oleh Anggota Dewan tanpa melalui Paruman Adat. Wayan Merta menegaskan, setelah pengadegan Kelian Desa Adat, telah dilaksanakan rapat koordinasi program desa adat dengan surat Nomor: 527/DAB/X/2020 pada hari Sabtu, tanggal 14 Nopember 2020 jam 10.00 wita. Kelihan Desa Adat Bugbug telah menyampaikan bahwa akan ada dana bansos sebesar 1 Miliar yang akan difokuskan untuk pembangunan Gapura di Sanghyang Ambu, dengan undangan Staf Pimpinan Prajuru Dulun Desa, BPK, Jero Mangku Desa Adat, Pimpinan Pecalang, Pengurus STT Banjar Adat. Pertemuan sosialisasi kembali dilaksanakan dengan bentuk simakrama kepada Krama Banjar Adat dengan surat Nomor: 561/DAB/XI/2020 dengan Jadwal sebagai berikut: Kamis/ 3 Desember 2020, Pukul 14.00 Wita sampai dengan selesai; Banjar Adat Garia; Banjar Adat Puseh; Banjar Adat Bancingah; Banjar Adat Madya. Jumat, 4 Desember 2020, pukul 14.00 Wita sampai dengan selesai; Banjar Adat Baruna; Banjar Adat Dukuh Tengah; Banjar Adat Darmalaksana; Banjar Adat Sega. Kemudian, pada Sabtu, 5 Desember 2020, pukul 14.00 Wita sampai dengan selesai; Banjar Adat Asah; Banjar Adat Celuk Kangin; Banjar Adat Celuk Kauh; Banjar Adat Samuh. "Dalam kegiatan simakrama tersebut krama masyarakat Banjar Adat sangat antusias menyimak paparan program pembangunan Gapura yang bersumber dari dana Bansos," sebutnya. Sosialisasi juga kembali dilaksanakan dengan sasaran anggota STT Banjar Adat dengan surat nomor: 562/DAB/XII/2020 pada Sabtu, tanggal 5 Desember 2020, pukul 10.00 Wita bertempat di Wantilan Desa Adat Bugbug. "Untuk itu dapat kami simpulkan bahwa aspirasi nomor 2, jelas-jelas mencoreng kredibilitas Kelian Desa Adat Bugbug yang sekaligus sebagai anggota DPRD Provinsi Bali dimana berdasarkan fakta-fakta tersebut Kelian Desa Adat Bugbug telah melakukan tahapan-tahapan secara proporsional dan profesional, terarah, terpadu dan berkesinambungan," ujarnya. Ketiga, bahwa dana hasil penjualan kayu tidak sesuai dengan hasil penjualan dengan dana masuk Ke Desa Adat. Wayan Merta mengatakan pernyataan ini tidak didukung oleh fakta-fakta dan ini murni pembohongan yang nantinya akan berdampak pada gangguan keharmonisan Desa Adat sekaligus dapat mencoreng Kredibilitas Prajuru Desa Adat Bugbug. Dengan menunjukkan laporan hasil penjualan kayu dimaksud, ia mengatakan fakta hasil penjualan jelas dan sesuai. Keempat, bahwa dana hasil Penjualan tanah urug belum diketahui Krama. Terkait hal ini, Ia mengatakan bahwa sesuai mekanisme yang telah berjalan terdahulu tepatnya pada pemerintahan I Wayan Mas Suyasa SH, sebagai Kelian Desa Adat Bugbug selama 30 tahun, semua regulasi program kegiatan yang dilaksanakan sesuai APBD akan dilaporkan pada rapat Paruman Prajuru Dulun Desa Adat dalam bentuk penyampaian Nota Keuangan sekitar bulan Mei tahun berjalan. Paruman Prajuru Dulun Desa Adat merupakan Paruman tertinggi Desa Adat Bugbug, ketika paruman tersebut menerima penyampaian Nota keuangan maka LPJ tersebut baru dianggap final dan memenuhi akuntabilitas keuangan kemudian baru disampaikan ke Banjar Adat. "Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kami simpulkan bahwa kelompok krama yang menyampaikan aspirasi tidak memahami regulasi proses penggunaan dana di Desa Adat atau gagal paham, karena mereka (kelompok warga yang mengadu, red) lama tinggal di Denpasar dan tidak pernah sama sekali duduk sebagai Prajuru Desa Adat," tegasnya. Kelima, bahwa dana Desa Adat sebanyak Rp 14,5 M yang dikumpulkan oleh Desa Adat selama 35 tahun ludes dalam 1 tahun. Wayan Merta mengatakan pernyataan ini sangat menyesatkan dan kental nuansa kebohongan. Karena ketika kita berbicara angka menurutnya harus didukung oleh kekuatan data ilmiah yang aktual, faktual, dan akuntabel. Pandangan kami penjelasan ini sangat murahan. "Kami berpendapat bahwa dampak dari tebaran kebohongan dan fitnah dapat menciptakan gangguan keharmonisan, ketentraman, dan kenyamanan krama masyarakat Desa Adat Bugbug dan sekaligus dapat mengganggu proses tata kelola Desa Adat," ujarnya. Berdasarkan laporan keuangan Desa Adat, Wayan Merta mengatakan sangat jelas bahwa jumlah uang tabungan deposito tertera Rp 14.361.025.343,00 dan pengambilan dana induk yang digunakan untuk regulasi sebuah program sebesar Rp. 9.566.155.769 sehingga masih ada tabungan deposito sebesar Rp. 4.794.869.574,00. Data ini menurutnya belum final karena penyampaian nota keuangan belum dilaksanakan oleh Prajuru Desa Adat, rencana penyampaian nota keuangan tahun anggaran 2021 akan dilaksanakan awal minggu pertama dibulan April. Keenam, bahwa ada pembangunan Vila di kawasan hutan lindung milik Negara dilereng Bukit Gumang. Lagi-lagi, Wayan Merta menyatakan pernyataan yang disampaikan ini tanpa dukungan data valid, sebagai dasar argumentasi dari sebuah narasi yang dibuat. Pasalnya, tanah yang dianggap hutan lindung itu sudah bersertifikat hak milik Desa Adat Bugbug, dengan fakta tersebut tidak ada alasan pembenar untuk mengatakan tanah tersebut hutan Lindung. Wayan Merta mengatakan, kanapa dulu saat Kelian Desa Adat Bugbug I Wayan Mas Suyasa SH, status tanah tersebut masih diragukan, karena masih dalam bentuk pipil/girik dengan demikian status tanah tersebut masih gamang. Namun setelah diteliti kembali berdasarkan Klasiran 36 dan peta Blok yang dimiliki Desa Adat Bugbug, ternyata tanah tersebut bukan kawasan hutan lindung, dengan fakta tersebut Prajuru Desa Adat Wibaga Palemahan mensertifikatkan tanah tersebut dan terbitlah sertifikat hak milik atas nama Laba Pura Segara Desa Adat Bugbug," paparnya. Menurutnya, merupakan keniscayaan bagi Desa Adat Bugbug bila lahan tersebut digunakan dan dimanfaatkan untuk dapat menambah dan meningkatkan pendapat asli Desa Adat yang nantinya akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan Krama Masyarakat Desa Adat Bugbug. Hal ini sangat konsisten dengan Visi Gubernur Bali Nangun Sad Kerthi Loka Bali pada Jagat Kerti. "Demikian paparan klarifikasi kami sebagai Prajuru Desa Adat Bugbug, menyikapi papara kebohongan dari kelompok krama yang menyampaikan aspirasi ke MDA Provinsi Bali dan DPRD Provinsi Bali," tandasnya. Diduga Ada Nuansa Politis di Balik Aspirasi yang Disampaikan Kelompok Warga Gede Ngurah, salah satu krama Desa Adat Bugbug yang ikut hadir dalam penyampaian klarifikasi tersebut mengungkapkan, apa yang disampaikan kelompok warga sebelumnya itu tidak adil, dan menyebut ada nuansa politis di dalamnya. Pihaknya mensinyalir, ini ada kaitannya dengan pemilihan Perbekel (Kepala Desa) Desa Bugbug yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Pasalnya masalah-masalah yang lebih urgen justru tidak disampaikan dalam pertemuan yang dikatakan menyampaikan aspirasi itu. "Sebenarnya terhadap aspirasi yang mereka (kelompok warga) bawakan, harusnya mereka tambahkan juga mengenai kasus LPD (Lembaga Perkreditan Desa Adat Bugbug) yang belum ada kejelasan. Mengapa itu tidak disampaikan, apakah karena itu hasil kerja dari kelompok mereka. Mengapa masalah yang lebih urgen justru tidak disampaikan," tegasnya, ditemui usai penyampaian klarifikasi Prajuru Desa Adat Bugbug. "Jadi patut diduga ini (penyampaian aspirasi oleh kelompok warga) ada muatan politik, mengingat di Desa Bugbug akan ada pemilihan Kepala Desa. Kita duga mereka ini pendukungnya salah satu paslon. Sudah satu tahun lima bulan ini berjalan (pemilihan Bendesa Bugbug, red), sebelumnya mereka tidak pernah meminta klarifikasi langsung dengan pihak Prajuru. Kok baru sekarang mempermasalahkan, ini ada apa," tandasnya. Tanggapan DPRD Bali Kehadiran Prajuru dan krama Desa Adat Bugbug diterima langsung oleh Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama di Wantilan Gedung DPRD Bali, didampingi Ketua Komisi IV, I Gusti Putu Budiarta yang membidangi masalah adat, dan Ketua Komisi I, I Nyoman Budi Utama yang membidangi masalah hukum. Turut juga mendamping dari, I Nyoman Purwa Arsana, Komisi III DPRD Bali yang notabene Bendesa Adat Bugbug. Menanggapi penyampaian klarifikasi dari Prajuru Desa Adat Bugbug tersebut, Nyoman Adi Wiryatama mengatakan menerima penyampaian klarifikasi yang diberikan. Dari enam poin klarifikasi yang disampaikan, terkait proses ngadegan Bendesa Adat Bugbug, pihaknya menilai tidak ada masalah. Pelaksanaan pemilihan Bendesa Bugbug sudah berjalan sebagaimana mestinya sesuai awig dan perarem yang ada dan sejalan dengan Perda 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Untuk itu, diharapkan hasil pemlihan tersebut tidak dikutik-kutik lagi agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Lebih lanjut terkait dana bansos, dikatakan desa adat bersyukur bisa mendapatkan dana bansos. Semakin banyak semakin baik sehingga dapat mendukung program dan pembangunan yang ada di desa adat secara maksimal. Sementara terkait tiga poin lainnya, yakni masalah laporan pertanggung jawaban keuangan, hasil penjualan kayu dan tanah urug disarankan agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara baik di intern Desa Adat Bugbug. Ia berharap penyelesaian masalah ini dapat dilakukan dengan mengedepankan musyawarah. "Pertama-tama, saya mengapresiasi mereka (Prajuru dan krama Desa Adat Bugbug, red) sudah datang dengan tertib dan menyampaikan aspirasi klarifikasinya. Saya lihat ini ada kesalahpahaman, jadi saya imbau masalah ini dapat diselesaikan dengan duduk bersama. Jadi rekomendasi kami sudah jelas, silahkan duduk bersama dulu. Kalau tidak bisa dapat menempuh jalur hukum. Tapi saya sarankan, alangkah baiknya dapat diselesaikan dengan duduk bersama," tegasnya. (Ady)
Baca juga:
Peringati HSPN, Masyarakat dan Pegiat Lingkungan Bersihkan Pantai Lembeng