DESA Bulian kini menjelema menjadi kawasan penghasilan buah naga sebagai salah satu buah primadona dari wilayah Bali Utara. Citra keberadaan buah berwarna merah itu begitu melekat, mengingat desa di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng itu memiliki dataran tanah yang subur sangat potensial dan menjanjikan untuk perkebunan buah. Hamparan tanaman buah naga begitu luas. Bahkan hingga sejauh mata memandang, hamparan kebun buah naga tak kunjung habis. Buah naga kini jadi salah satu komoditas unggulan di Desa Bulian. Selama bertahun-tahun desa tersebut kini identik dengan buah naga. Semua berawal dari tangan dingin Wayan Kantra. Pria itu memulai budi daya buah naga pada tahun 2004 silam. Lahan yang kurang produktif ditanami komoditas buah yang batangnya mirip dengan kaktus tersebut. Bermula dari coba-coba, ternyata proses budi daya itu berhasil dengan gemilang. Saat ini Kantra memiliki setidaknya lebih dari 12 ribu batang pohon buah naga. Pohon-pohon itu akan berbuah pada bulan Juli hingga September nanti. Masing-masing pohon biasanya akan menghasilkan hingga 10 kilogram buah naga. Bahkan Kantra kini mengantongi sertifikat organik atas pengelolaan lahannya. Buah-buah dari kebunnya sempat direncanakan diekspor ke Tiongkok. Hanya saja rencana itu tertunda gegara dilanda pandemi. Melihat keberhasilan Kantra, petani yang lain pun turut melirik potensi tersebut. Saat ini luas lahan budidaya buah naga di Desa Bulian mencapai 50 hektare, dengan 25 kelompok petani yang terlibat di dalamnya. Perbekel Desa Bulian Made Sudirsa, Jumat, (10/3) menyebutkan, desanya mampu memproduksi puluhan ribu ton buah naga dalam sekali panen. Jumlah itu terhitung dengan hasil panen pada setiap hektar kebun yang mencapai ratusan ton. Hasil panen tersebut dikirimkan baik ke seluruh Bali maupun daerah lain di Indonesia. Menurutnya, budidaya buah naga sangat cocok di Desa Bulian. Tidak hanya karena tanahnya yang tergolong subur untuk budidaya tanaman buah, namun prospek dari tanaman buah naga itupun sangat menjanjikan. Usia pohon buah naga dapat mencapai 15 tahun, selama itu petani dapat melaksanakan panen minimal setiap satu tahun sekali. Ketersediaan air di Desa Bulian juga menurut Sudirsa cukup untuk mengairi perkebunan. Pengairan diatur pada setiap kelompok petani, sehingga pemberian air bisa sesuai dengan kebutuhan. “Sehingga sudah bisa diatur, kapan perlu disiram untuk pembuahan, dan kapan perlu disiram untuk penguatan batang,” jelasnya. Perbekel purnawirawan Polri itu menjelaskan, hingga kini terdapat 25 kelompok petani yang membudidayakan buah naga pada lahan seluas 50 hektar di Desa Bulian. Masyarakat memasok buah naga ke seluruh pasar tradisional maupun toko buah yang ada di Bali. Namun, dirinya tidak menampik pemasaran ke daerah di luar Bali juga dilakukan. “Pada periode tertentu kami juga ekspor ke Jawa dan Lombok,” sebutnya. Desa Bulian merupakan sentra produksi buah naga di Bali Utara, sedangkan pada daerah lain bersaing dengan Banyuwangi. Namun, dari segi rasa pihaknya yakin untuk bersaing. Untuk itu, dukungan penuh diberikan oleh Pemerintah Desa Bulian bersinergi dengan pemerintah daerah kepada masyarakat petani buah naga. Belum lama ini, pihaknya memberikan bantuan berupa 5 unit traktor yang diperuntukkan kepada kelompok-kelompok petani. Gunanya adalah untuk melakukan penggemburan tanah sebelum penanaman tanaman buah naga. Sudirsa bersinergi dengan pemerintah daerah, berencana untuk menyiapkan langkah untuk mengatasi harga anjlok saat panen raya, saat ini banyak produk olahan seperti nasi merah dan jus pihaknya berikan pelatihan kepada masyarakat. Sudirsa berharap ke depannya masyarakat Bulian dapat mengembangkan produk buah naga sehingga dapat mengatasi kendala harga anjlok setiap panen raya. (suteja)
Baca juga:
Keindahan Pulau di Pecahan Uang Seribu