TETUA Bali mewarisi berbagai kearifan lokal adiluhung pada bermacam aspek kehidupan masyarakatnya, inilah lantas dikenal sebagai bagian budaya Bali yang terwarisi secara turun-temurun sampai sekarang, termasuk di bidang arsiterktur. Sejak zaman dulu, tetua Bali memang dikenal sebagai para undagi hebat yang jago dan ahli soal merancang bangunan, sehingga dapat mewarisi teknologi bangunan tahan gempa pada konstruksi rumah adatnya. Salah satunya adalah Rumah Tua Bali Utara. Rumah ini memiliki konstruksi yang memanfaatkan saka atau tiang kayu dan lambang serta sineb sebagai balok. Tapi jangan salah, tak cuma Bali saja yang mempunyai arsitektur rumah tahan gempa di Nusantara. Mari simak yang lainnya. Rumah Adat Apa Saja? Bentuk rumah ini curam dan mencapai ketinggian hingga 16 meter. Rumah ini dibangun di atas tumpukan kayu ulin dan berbentuk persegi Rumah ini memiliki bentuk segi empat tidak simetris, sebab dipengaruhi oleh kondisi alam wilayah Minangkabau yang dominan dengan dataran tinggi dan rendah, sehingga tahan bencana alam seperti gempa. Rumah ini memiliki daya lentur dan solidaritas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di atas 8 skala ritcher. Tersusun dari kayu-kayu yang saling disatukan dengan pasak. Tak hanya itu, antar bagian pun disatukan dengan ikatan tambang yang terbuat dari ijuk. Bahan rumah ini biasanya terbuat dari kayu besi dan kayu cempaka. Rumah khas Aceh ini berbentuk punggung dan berbahan kayu yang didesain berdasarkan alam Aceh. Rumah ini terstruktur dari rangkaian kayu sehingga menghasilkan kemampuan meredam getaran atau guncangan yang efektif, fleksibel dan stabil. Rumah adat ini dijuluki kaki seribu karena menggunakan banyak tiang penyangga di bawahnya, sehingga menyerupai hewan kaki seribu. Bangunan rumah ini rata-rata berukuran 8×6 meter, tinggi atap sekitar 4-5 meter. Desainnya yang terkonstruksi dari kayu, ternyata rumah ini tahan gempa. (rik/sut)