Search

Home / Sorot / Sosial Budaya

Dari Pesisir, Keberanian Perempuan Mengukir Sejarah

Editor   |    21 April 2025    |   16:45:00 WITA

Dari Pesisir, Keberanian Perempuan Mengukir Sejarah
ILUSTRASI: Perempuan-perempuan perkasa dari pesisir Nusantara, mewarisi semangat bahari dan keberanian. (podiumnews)

“Lahir dari kerasnya ombak dan lembutnya pasir, keberanian perempuan pesisir membentang, mengukir sejarah gemilang bagi Nusantara.”

BENTANGAN garis pantai yang memeluk kepulauan Indonesia, dari ujung barat Aceh hingga Maluku di timur, bukan sekadar panorama indah yang dihiasi debur ombak dan hembusan angin laut.

Di balik keindahan alamnya, kawasan pesisir ini menyimpan kisah tentang kelahiran para perempuan perkasa, srikandi-srikandi yang keberanian dan visinya mengukir sejarah bangsa.

Sebuah benang merah yang kuat menghubungkan mereka: lahir dan besar di kawasan pesisir, tempat di mana keterbukaan terhadap dunia luar, tantangan alam, dan kesadaran akan kedaulatan menempa jiwa-jiwa pemberani.

Di Aceh, tanah rencong di ujung barat Sumatera, pada abad ke-16 tampil Laksamana Malahayati. Dengan armada laut yang gagah berani, ia bukan hanya menjaga kedaulatan Aceh dari incaran penjajah Portugis dan Belanda, tetapi juga menunjukkan kepiawaiannya dalam strategi perang di lautan. Keberaniannya adalah ombak besar yang menghantam ambisi kolonialisme di gerbang barat Nusantara. Lahir dan besar di kawasan pesisir yang strategis, Malahayati tumbuh dengan pemahaman akan pentingnya pertahanan maritim.

Menjelajahi pesisir utara Jawa Tengah, di Jepara, pada abad yang sama muncul Ratu Kalinyamat. Bukan hanya cakap menahkodai niaga maritim, ia adalah penguasa yang dengan gigih mengirimkan armadanya untuk melawan penjajah Portugis di Malaka. Semangat perlawanannya adalah bara api yang membakar semangat anti-kolonialisme di sepanjang pantai utara Jawa. Sebagai penguasa bandar niaga yang ramai, Ratu Kalinyamat memiliki pandangan luas tentang ancaman dari luar.

Berabad berselang, dari tanah Jepara yang sama, lahir Raden Ajeng Kartini. Meski terkurung adat, jiwanya merindukan kebebasan seluas samudra. MelaluiUntaian surat-suratnya, ia menyuarakan mimpi kesetaraan bagi perempuan Nusantara, sebuah visi yang mengubah tatanan sosial bangsa. Tumbuh di kawasan pesisir yang terbuka pada berbagai gagasan melalui jalur perdagangan, Kartini memiliki kesadaran akan ketidakadilan yang dialami perempuan.

Menyeberangi selat ke timur, di Nusa Laut, Maluku, lahir Martha Christina Tiahahu pada abad ke-19. Meski usianya belia, ia dengan gagah berani ikut serta dalam Perang Pattimura melawan penjajah Belanda. Semangatnya yang membara adalah cerminan ketangguhan masyarakat kepulauan yang hidup berdampingan dengan laut.

Terakhir, melangkah ke barat dari Maluku, di Klungkung, bibir pesisir timur Pulau Dewata, pada abad ke-19 bangkit Ida Dewa Agung Istri Kanya. Dengan ketegasan bagai gelombang selatan, ia memimpin perlawanan rakyat melawan kolonialisme Belanda. Di medan Kusamba, keberaniannya membakar semangat juang, menorehkan kemenangan gemilang di pesisir timur Bali.

Dari Aceh di ujung barat hingga Maluku di ujung timur, kawasan pesisir Nusantara telah melahirkan para srikandi perkasa. Laksamana Malahayati, Ratu Kalinyamat, Raden Ajeng Kartini, Martha Christina Tiahahu, dan Ida Dewa Agung Istri Kanya adalah bukti nyata bagaimana lingkungan geografis dan sosial dapat membentuk karakter dan menginspirasi perjuangan.

Mereka adalah gelombang keberanian yang tak pernah surut, warisan abadi bagi bangsa Indonesia, yang mengingatkan kita akan kekuatan perempuan dan semangat juang yang tumbuh subur di tepi lautan Nusantara. (isu/suteja)


Baca juga: Subak, Sistem Irigasi Bali Lestari Seribu Tahun