Search

Home / Sorot / Kesehatan

Kasus HIV Didominasi Ibu Rumah Tangga

Editor   |    23 Mei 2023    |   16:54:00 WITA

Kasus HIV Didominasi Ibu Rumah Tangga
Ilustrasi HIV (istockphoto)

KASUS Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia cenderung meningkat termasuk di tahun 2023 ini. Mirisnya data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan penularan kasus didominasi oleh ibu rumah tangga (IRT).

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Muhammad Syahril menyebut berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya seperti suami pekerja seks dan kelompok MSM (man sex with man).

“Aktivitas ini telah menyumbang sekitar 30% penularan dari suami ke istri. Dampaknya, kasus HIV baru pada kelompok ibu rumah tangga bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya,” kata dr Syahril melalui keterangan pers, Senin (8/5/2023) di Jakarta.

Ia mengatakan, penyebab tingginya penularan HIV pada ibu rumah tangga karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah serta memiliki pasangan dengan perilaku sex berisiko.

Penularan ibu ke anak

Ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV berisiko tinggi untuk menularkan virus kepada anaknya. Penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, atau saat menyusui.

Secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45% dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui sex, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.

Dampaknya, sebanyak 45% bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan lahir dengan HIV. Dan sepanjang hidupnya akan menyandang status HIV Positif.

“Saat ini kasus HIV pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus. Angka ini setiap tahunnya bertambah sekitar 700-1000 anak dengan HIV,” jelas dr. Syahril.

Deteksi HIV

Terkait dengan proses deteksi, Kemenkes mencatat hanya 55% ibu hamil yang di tes HIV karena sebagian besar tidak mendapatkan izin suami untuk di tes. Dari sejumlah tersebut 7.153 positif HIV, dan 76% belum mendapatkan pengobatan ARV. Ini juga akan menambah resiko penularan kepada bayi.

Melihat sumber infeksi, dr Syahril menilai penularan HIV masih akan terus terjadi. Sebab dari 526.841 orang dengan HIV, baru sekitar 429.215 orang yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya. Artinya masih ada 100.000 orang dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan HIV ke masyarakat.

dr Syahril menjelaskan upaya untuk melakukan skrining pada setiap individu kini menjadi prioritas pemerintah untuk mencapai eliminasi (termasuk pemutusan mata rantai penularan HIV secara vertikal dari ibu ke bayi). Setiap ibu yang terinfeksi 100% harus mendapatkan tatalaksana yang cukup.

Melalui upaya ini, diharapkan angka dan data anak yang terinfeksi HIV sejak dilahirkan dapat ditekan, angka kesakitan dan kematian dapat ditekan dan yang terpenting adalah menekan beban negara dalam penanggulangan masalah Kesehatan masyarakat.

Selain HIV, penyakit sifilis atau raja singa juga dilaporkan meningkat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2016-2022). Dari 12 ribu kasus menjadi hampir 21 ribu kasus dengan rata-rata penambahan kasus setiap tahunnya mencapai 17.000 hingga 20.000 kasus.

Hindari seks beresiko

Untuk pencegahan penularan HIV, dr. Syahril mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks yang beresiko. “Bagi yang belum menikah agar menggunakan pengaman untuk menghindari hal-hal yang dapat beresiko untuk kesehatan dan pertumbuhan mental,” ujarnya.

Sementara itu, Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Arief Hargono drg MKes mengatakan bahwa fenomena meningkatnya IRT tertular HIV sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19.

“Kasus ini sangat memprihatinkan karena data absolut yang ada menunjukkan bahwa IRT penderita HIV lebih tinggi dari pada wanita pekerja seks atau penyuka sesama jenis,” katanya, Rabu (23/5/2023).

Dampak pandemi

Menurut Dr Arief ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, kasus di lapangan memang dalam jumlah banyak. Kedua, hal ini terjadi akibat dampak pandemi Covid-19.

“Ketika pandemi, semua program kesehatan hanya fokus pada penanggulangan Covid-19 sehingga program lain sedikit teralihkan. Bukan hanya HIV tapi penyakit lain juga cenderung turun saat pandemi,” paparnya.

Ia menambahkan bahwa saat ini pandemi Covid-19 sudah berangsur membaik, bahkan WHO telah mencabut status pandemi. Hal ini menyebabkan berbagai program kesehatan pemerintah mulai berjalan sebagaimana mestinya.

“Peningkatan penemuan jumlah kasus termasuk HIV kemungkinan besar mengalami peningkatan, terutama jika dipengaruhi adanya faktor risiko,” imbuhnya.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya fenomena ini. Pertama, IRT memperoleh virus HIV dari pasangannya. “Jadi pasangan IRT bisa saja melakukan perilaku yang berisiko tinggi,” tutur Dr Arief.

Kedua, virus dari IRT itu sendiri. Koordinator Program Studi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana UNAIR tersebut menghimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya HIV.

“Perlu adanya kesadaran utamanya bagi masyarakat yang melakukan perilaku risiko tinggi. Tapi di sisi lain masih ada stigma di masyarakat yang menyebabkan mereka merasa takut untuk memeriksakan status HIV-nya,” terangnya.

Beberapa perilaku risiko tinggi yang dapat menularkan HIV seperti melakukan hubungan seks dengan penderita HIV atau menggunakan jarum suntik secara bergantian. “Kedua hal ini merupakan contoh perilaku yang berisiko menularkan HIV. Harus mewaspadai perilaku seiring dengan fenomena di masyarakat yang mungkin melakukan perilaku tersebut,” jelasnya.

Pemeriksaan dini

Terdapat potensi penularan HIV dari ibu ke anak. Penularan ini dapat terjadi saat proses kehamilan, persalinan, atau saat menyusui. Namun penularan ini ternyata dapat dicegah dengan cara memeriksakan status HIV ibu sejak dini. Pemeriksaan ini dapat dilakukan segera setelah ibu dinyatakan hamil.

“Kalau terbukti positif nanti akan diberikan terapi obat dengan pengawasan dokter. Obat ini bisa mengurangi tingkat virus HIV dalam darah sehingga penularannya ke janin dapat diturunkan seminimal mungkin,” ungkap Dr Arief.

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengadakan sebuah program yang bernama PMCTC (Prevention of Mother to Child HIV Transmission) untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Perlu adanya sosialisasi lebih lanjut agar ibu, pasangan baru menikah, atau ibu hamil bisa memanfaatkan program ini dengan baik. (riki/sut)


Baca juga: Cegah Aborsi Ilegal