Search

Home / Sorot / Kesehatan

Cegah Aborsi Ilegal

   |    05 Februari 2023    |   17:16:00 WITA

Cegah Aborsi Ilegal
Ilustrasi aborsi (foto/cnn Indonesia)

MENGGUGURKAN kandungan atau aborsi mungkin menjadi pilihan paling pahit terakhir bagi kaum perempuan ketika menghadapi persoalan kehamilan tidak diinginkan (KTD). Pilihan ini tentu mempunyai resiko sangat tinggi, karena dapat menyebabkan hilangnya nyawa ibu dan bayi.

Seperti kasus terjadi baru-baru ini di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan yang menyebabkan seorang perempuan dan bayinya meninggal akibat pendarahan setelah proses aborsi ilegal yang dilakukan dengan usia kandungan delapan bulan di sebuah kamar hotel. Kepolisian pun telah mengamankan dan menahan dua orang tersangka dalam kasus ini.

Angka kasus aborsi yang terjadi di dunia tiap tahun terbilang sangat tinggi mencapai hamper 56 juta kasus, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup.

Sebab itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memandang penting untuk dilakukan pemberian informasi dan pengetahuan atau edukasi terkait kesehatan reproduksi bagi perempuan, serta bahaya dan akibat melakukan aborsi, untuk mencegah terjadinya kasus-kasus aborsi ilegal.

Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati menyebutkan, Kemen PPPA bersama dinas pengampu urusan perempuan dan anak di daerah, kementerian/lembaga terkait lainnya terus berupaya melakukan sosialisasi dan pemberian edukasi terhadap hal tersebut.

"Kami dan instansi terkait lainnya akan terus memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat mendapatkan edukasi, informasi, dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi (Kespro) bagi perempuan, khususnya ancaman yang mungkin di dapatkan akibat tindakan aborsi ilegal," tutur Ratna, Minggu (5/2) di Jakarta.

Aborsi menurut hukum

Ratna mengemukakan, larangan perbuatan aborsi sendiri sesungguhnya telah diatur dalam sistem hukum Indonesia melalui Undang-Undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 75 ayat (1) pada UU tersebut menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.

“Aturan ini menggambarkan bahwa sejatinya negara hadir melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat, untuk melindungi dan menjamin agar setiap ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup, termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia,” terang Ratna.

Kemudian, imbuh dia, pada ayat (2) UU Kesehatan lebih lanjut menjelaskan, tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan pertama, indikasi kedarutan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

"Kedua, Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan," jelasnya.

Lebih lanjut, kata dia, berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan disebutkan, bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan bagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 1 miliar.

Angka KTD cukup tinggi

Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan estabillity tahun 2022 menyebut angka kehamilan tidak diinginkan (KTD) di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2019 mencapai 40 persen dari jumlah kehamilan.

Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyebut, jumlah tersebut cukup tinggi dengan hampir separuh angka kelahiran di Indonesia ternyata kehamilan yang tidak diinginkan.

"Ini menjadi keprihatinan kita bersama dimana angka dispensasi pernikahan karena hamil di luar nikah sangat tinggi. Ada banyak yang menjadi korban, sebab mayoritas kehamilan yang tidak diinginkan bisa berujung aborsi, sementara jika berlanjut ke jenjang pernikahan ada banyak ketidaksiapan di sana," kata Kurniasih, Kamis (2/2) di Jakarta.

Bagi pasangan yang belum siap menikah dan hamil, kehamilannya bisa mengakibatkan bayi stunting jika tidak ditangani dengan baik. Jika mentalnya belum siap juga akan bisa memicu konflik rumah tangga yang berujung pada angka perceraian. (rik/sut)

 

 


Baca juga: Deteksi Dini Agar Kanker Dapat Disembuhkan