BATIK sebagai warisan budaya dunia tak benda dari Indonesia yang telah ditetapkan oleh UNESCO di tahun 2009, dapat berperan penting menjadi alat diplomasi budaya.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo dalam acara webinar Peran Perempuan Eksplorasi dalam Tata Ruang dan Sehelai Batik, Jumat (26/5/2023) di Jakarta.
Batik sendiri dikatakan Angela, memiliki sederet makna yang mendalam bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Batik sudah menjadi pakaian sehari-hari dari mulai ke kantor, ke sekolah, sampai acara resmi.
“Dan yang utama, batik adalah identitas bangsa Indonesia. Sehingga batik adalah alat diplomasi budaya yang sangat-sangat ampuh,” kata Angela.
Salah satu upaya menjadikan batik sebagai alat diplomasi budaya, lanjut Angela, ditunjukan oleh Presiden RI Joko Widodo dengan memperkenalkan batik Indonesia kepada para pemimpin dunia.
“Seperti pada event internasional G20 2022 dan KTT ASEAN 2023. Para pemimpin dunia juga mengenakan batik yang pada akhirnya menjadi sebuah promosi dan pemberitaan hangat di berbagai media internasional,” jelasnya.
Potensi ekonomi
Angela mengatakan bahwa batik tak hanya dapat menjadi alat diplomasi budaya saja, tetapi juga memiliki potensi ekonomi besar bagi masyarakat untuk dikembangkan.
Ia menyebutkan saat ini melalui batik lebih dari 3 ribu UMKM menggantungkan hidupnya. Menurutnya, hal ini menjadi bukti bahwa batik secara nyata mendukung peningkatan ekonomi masyarakat.
“Potensi pengembangan usaha batik masih terbuka dengan luas. Apalagi konsumsi produk dan jenama lokal meningkat sejak adanya program pemerintah Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang terus dilaksanakan setiap tahunnya untuk meng-on-boarding UMKM go digital dan juga mendorong kecintaan masyarakat terhadap produk-produk Indonesia,” terangnya.
Menurut Angela, pengembangan usaha batik tidak hanya dalam hal menjual kain batiknya saja, namun dapat dikreasikan menjadi berbagai jenis produk.
“Mulai dari baju, jaket, tas, sampai aksesoris rumah tangga seperti bantal, selimut, taplak meja, dan lain sebagainya. Hal ini tentunya menjadi nilai tambah bagi industri batik,” sebut Angela.
Bahkan, imbuh Angela, aktivitas membatik sendiri juga merupakan atraksi dan aktivitas wisata yang bisa mendatangkan wisatawan. Ia lalu menyontohkan Desa Wisata Batik Giriloyo di Bantul, Yogyakarta.
Lantas Angela menyebutkan bahwa desa tersebut telah berhasil mendatangkan hampir 4 ribu wisatawan macanegara dan wisatawan Nusantara tiap bulannya.
“Karena kita sadari bahwa ada manfaat ekonomi di sini, dari pengembangan usaha batik. Ada upaya pelestarian budaya Indonesia. Namun yang terpenting ada keberpihakan terhadap perempuan. Karena mayoritas pengrajin batik adalah perempuan,” tutup Angela. (dev/sut)
Baca juga :
• Denpasar Andalkan 'Pararem' Atasi Krisis Sampah
• Jaga Kesucian, PKB 2025 Batasi Tampilan Busana Adat Sakral
• Berusia Lebih Dua Abad, Dalem Batan Kendal Gelar Pujawali Meriah