Podiumnews.com / Aktual / Ekonomi

Produk Tiruan Matikan Perajin Tenun Bali

Oleh Editor • 10 Juni 2023 • 21:20:00 WITA

Produk Tiruan Matikan Perajin Tenun Bali
Ketua Dekranasda Bali Putri Koster saat menjadi narasumber pada FGD bertajuk Analisis dan Evaluasi Hukum Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pada Kamis (8/6/2023) di Denpasar. (foto/adhi)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali Putri Suastini Koster khawatir maraknya produk endek dan songket Bali tiruan di pasaran secara perlahan akan mematikan keberlangsungan perajin.  

Hal itu disampaikan Putri Koster saat menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Analisis dan Evaluasi Hukum Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pada Kamis (8/6/2023) di Denpasar.

“Seperti misalnya banyaknya kain tenun yang ditenun di luar Bali, serta motif-motif songket yang ditiru ke dalam motif kain bordir dan dikerjakan dengan mesin. Hal ini tentu saja berdampak tidak baik bagi perkembangan kerajinan tenun kita di Bali,” ujarnya.

Menurut Putri Koster, jika hal ini dibiarkan terus menerus maka perajin akan enggan untuk menenun karena banyaknya tenun tiruan yang beredar di pasar. Tentu saja, harga produk tiruan tersebut lebih murah daripada produk asli. Pembeli pun cenderung memilih membeli produk tiruan dari luar Bali tersebut. Akhirnya hal ini akan berimbas pada lemahnya perputaran perekonomian Bali.

“Jika hal ini dibiarkan lama-kelamaan tidak akan ada generasi muda yang mau menenun, dan ke depannya tenun Bali bisa hilang karena tidak ada yang melestarikannya,” terangnya.

Nah, disinilah tugas Dekranasda Bali mencegah hal itu jangan sampai terjadi, melalui peran pengawasan terhadap hasil-hasil kerajinan tenun Bali. Termasuk pula melakukan promosi serta menyerap berbagai  permasalahan-permasalahan dihadapi perajin. “Dan kemudian menjembatani penyelesaian permasalahan tersebut dengan stakeholder terkait,” ujarnya.

Putri Koster lalu menyontohkan bagaimana tenun endek Bali yang padahal sesungguhnya sudah memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HKI), tetap saja marak terjadi penjiplakan.

Bahkan kata dia, tenun Gringsing yang sudah memiliki Indikasi Geografis, dengan artian hanya boleh ditenun di daerah asalnya saja, yaitu di Desa Tenganan Pegringsingan tetap saja masih banyak dijual tiruannya di pasaran.  

“Termasuk tenun Gringsing yang merupakan tenun double ikat satu satunya di Indonesia, motifnya juga banyak ditiru dan dipalsukan. Hal ini tentu saja tidak bisa kita biarkan berlarut larut,” tegasnya.

Maka untuk mengatasi itu, menurut dia, baik pemerintah, perajin maupun masyarakat selaku konsumen perlu membangun kesadaran bersama, bersinergi dalam upaya melestarikan keberadaan kain tenun Bali melalui perannya masing masing.

“Para penjual berkomitmen hanya menjual kain tenun buatan para perajin. Demikian halnya masyarakat selaku konsumen hanya membeli kain kain tenun asli yang dibuat oleh para perajin, dan para perajin akan lebih bersemangat berkreativitas membuat hasil  tenun yang berkualitas. Peran pemerintah juga sangat penting dalam menyediakan payung hukum untuk melindungi keberadaan tenun dan upaya pelestariannya,” jelasnya.

Untuk itu kemudian ia mengajak semua pihak saling bersinergi untuk menjaga kelestarian kain tenun Bali. Terutama institusi hukum melakukan penertiban terhadap pelanggaran hak kekayaan intelektual dan produk tiruan dengan turun langsung menjemput bola ke tengah masyarakat.

“Sehingga peraturan yang dijadikan payung hukum bisa berjalan dan memiliki kekuatan. Dengan demikian karya-karya para perajin kita akan terlindungi hak ciptanya dan tidak diklaim oleh pihak lain,” tegasnya.  

Sementara itu, Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham Yunan Hilmy mengatakan bahwa FGD ini digelar guna melakukan analisis dan evaluasi hukum terhadap  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Di mana UU tersebut sudah cukup lama dan efektivitasnya perlu ditinjau kembali .

“Berbagai permasalahan dihadapi UMKM saat ini, seperti keterbatasan modal serta strategi pengembangan produk hingga pemasaran. Untuk itu dengan penyelenggaraan FGD ini diharapkan dapat mendapatkan data serta informasi yang disampaikan narasumber dan para peserta, nantinya dijadikan bahan masukan untuk melakukan analisis dan evaluasi hukum di BPHN Kemenkumham,” jelasnya. (adhi/sut)