Podiumnews.com / News / Hot Issue

GELAR PAHLAWAN SOEHARTO! Sejarah Diputihkan, Korban HAM Menjerit

Oleh Nyoman Sukadana • 11 November 2025 • 15:04:00 WITA

GELAR PAHLAWAN SOEHARTO! Sejarah Diputihkan, Korban HAM Menjerit
Ilustrasi kontroversi gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto yang memicu perdebatan moral dan sejarah. (podiumnews)

PODIUMNEWS.com - Keputusan Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2, Soeharto, memantik api kontroversi yang menyebar luas, mulai dari ruang sidang hingga linimasa media sosial.

Jasa Soeharto di bidang pembangunan dan stabilitas negara kini diadu dengan catatan kelam sejarah, yakni dugaan Pelanggaran HAM Berat dan praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) yang dinilai merusak fondasi bangsa. 

KONTROVERSI BESAR: Pahlawan dengan Noda HAM

Penganugerahan gelar ini secara fundamental menciptakan dilema moral dan hukum. Masyarakat mempertanyakan, apakah gelar kehormatan tertinggi negara boleh diberikan kepada tokoh yang hingga kini masih dituduh bertanggung jawab atas tewasnya ribuan nyawa aktivis dan masyarakat sipil di berbagai tragedi masa Orde Baru?

Sebagai respons, kelompok aktivis HAM yang selama ini menuntut penyelesaian kasus pelanggaran di era Soeharto, mengecam keras keputusan ini. Mereka menilai gelar tersebut sebagai bentuk "pengkhianatan terhadap Reformasi 1998" dan upaya `pemutihan` sejarah oleh negara. Di sisi lain, Pihak Istana berdalih bahwa keputusan diambil berdasarkan jasa-jasa Soeharto pada pembangunan, menekankan bahwa tuduhan KKN serta HAM disebut belum pernah terbukti secara sah di pengadilan.

Catatan Redaksi: STANDAR GANDA MORAL BANGSA

 Ironi ini adalah pukulan telak bagi upaya penegakan keadilan transisional di Indonesia. Ketika negara berjuang menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu, pada saat yang sama, negara justru mengukuhkan kehormatan tertinggi kepada tokoh yang terkait erat dengan kasus-kasus tersebut.

Standar ganda ini menunjukkan bahwa pembangunan fisik tampaknya lebih dihargai daripada penegakan hak asasi manusia dan pemberantasan korupsi, sebagai nilai-nilai yang seharusnya menjadi pilar utama sebuah bangsa yang demokratis. (*)

(sukadana)