Penuhi Hak Anak atas Informasi Layak
JAKARTA, PODIUMNEWS.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus mendorong upaya pemenuhan hak anak atas informasi yang layak dengan tayangan ramah anak.
Untuk itu, Kemen PPPA berkolaborasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Lembaga Penyiaran, memberikan perlindungan terhadap anak dan remaja melalui media penyiaran yang ramah anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan, kegiatan ini untuk memperkuat komitmen terhadap pemenuhan hak tayangan yang ramah anak.
"Informasi yang tidak layak anak dapat memberikan dampak negatif bagi anak. Di antaranya perilaku kekerasan seksual, kerusakan fungsi otak, perundungan siber, dan kejahatan online,” kata Bintang Puspayoga melalui siaran pers, Minggu (25/6/2023).
Untuk itu, pihaknya mengajak media penyiaran sebagai kontrol dan perekat sosial agar bersama-sama melindungi anak Indonesia.
"Anak harus dilindungi dari berbagai bentuk informasi yang tidak layak, seperti informasi yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, radikalisme dan lain-lain,” sebutnya.
Oleh sebab itu, menurutnya, siaran ramah anak mutlak diperlukan tanpa mengabaikan sisi hiburannya namun harus tetap memberikan dampak positif baik bagi tumbuh kembang dan perlindungan anak.
Data sanksi KPI Pusat dan Riset Indeks Kualitas Program siaran televisi masih menunjukkan masih minimnya perlindungan anak dan remaja. Dari Standar Indeks Kualitas KPI, sejumlah program dinilai kurang ramah anak, seperti program infotainment, sinetron dan variety show.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ubaidillah mengatakan, pertemuan ini sebagai titik temu dengan lembaga penyiaran dalam mengawal isu perlindungan anak.
Ditambahkan Ubaidillah, hal ini sejalan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012 dilandasi dengan semangat perlindungan atas kepentingan anak.
"Banyaknya kriminalitas saat ini, jangan sampai konten di televisi menjadi inspirasi bagi pelaku kejahatan untuk anak, atau pun dilakukan oleh anak,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, revisi Undang-Undang Penyiaran saat ini masih butuh masukan dari publik, termasuk kelompok pemerhati kepentingan anak dan perempuan.
“Jika KPI ke depan akan diberikan mandat baru dalam pengawasan media baru, tentu butuh masukan. Terutama tentang aturan yang adil bagi konten di lembaga penyiaran dan juga konten di media baru," tutup Ubaidillah. (riki/sut)