Sekolah Mesti Hindari Anak-Remaja Terpengaruh Rokok
                            
DENPASAR, PODIUMNEWS.com – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali Dewa Made Indra menekankan agar pihak sekolah menghindari anak-anak dan remaja terpengaruh rokok.
Hal itu disampaikan Sekda Dewa Indra saat acara Bali High Level Meeting For Healthy Cities dengan Tema “Pengendalian Dampak Bahaya Rokok Terhadap Kesehatan Masyarakat” pada (28/6/2024) di Denpasar.
Ia menyebutkan bahwa prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen adalah usia 10-18 tahun.
“Bahkan sudah mulai menyebar ke anak-anak usia dini yaitu umur 5 tahun sudah dikenalkan kepada rokok. Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan,” ujarnya.
Menurutnya, untuk melakukan pengendalian agar anak-anak terhindar dari rokok, maka semua lembaga. Mulai dari keluarga, sekolah, pemberi izin dan pemerintah harus memperkuat instrumen, baik dari segi regulasi atau yang lainnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sekolah menjadi lembaga yang sangat penting untuk melakukan pengendalian agar anak-anak dan remaja terlibat sebagai perokok aktif.
Selain sudah menerapkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan sekolah, anak-anak dan remaja perlu diberikan edukasi secara intensif terkait bahaya rokok.
“Atau bisa dilakukan tes paru kepada anak-anak yang merokok, jadi mereka bisa melihat hasilnya bagaimana dan hal tersebut difasilitasi oleh sekolah.”
“Selain itu warung-warung depan sekolah yang berjualan rokok harus diatur radiusnya, sehingga tidak terlalu dekat dengan sekolah,” imbuhnya menegaskan.
Untuk itu, ia meminta seluruh pemangku kepentingan bekerja sama untuk menghindari anak-anak dan remaja dari bahaya rokok. Mengingat anak-anak merupakan generasi penerus bangsa.
“Jadi seluruh pihak harus meningkatkan edukasi, penegakan aturan kawasan tanpa asap rokok dan perizinan juga harus tegas untuk tidak memberikan izin berjualan rokok di area sekolah,” tandasnya.
Sementara itu, Perwakilan dari Kemenkse dr Benget Saragih melalui zoom meeting mengatakan kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan.
Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun naik dari 18,3 persen (2016) menjadi 19,2 persen (2019).
Sedangkan data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5 peren), diikuti usia 10-14 tahun (18,4 persen).
“Kami juga mengupayakan bagaimana bahwa di dalam rumah juga harus bebas rokok, karena banyak sekali rokok dimulai dari konsumsi rumah tangga, hal ini bisa menyebabkan banyak dampak termasuk dampak pertumbuhan anak,” jelasnya. (adhy/suteja)