DI PULAU yang mengukir pesona, kini sampah menantang keindahan. Suara Ny. Putri Koster, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, bergema, mengajak setiap rumah tangga memikul tanggung jawab atas jejak limbah. "Tanggung jawab bermula di rumah, di halaman sendiri," ucapnya, di gelombang udara radio lokal Buleleng, Minggu (23/3/2025). Pergub No. 47 Tahun 2019, cetak biru yang dirancang untuk perubahan, mengamanatkan pemilahan sampah di titik awal. Rumah, hotel, industri: semua terikat aturan yang sama. Tiga kategori sampah rumah tangga—dapur, halaman, dan non-organik—diajak untuk dipisahkan. Sisa persembahan, sisa dapur, dapat menjadi pupuk bagi tanah Bali. Sampah anorganik, dapat bernilai ekonomi jika dikelola dengan tepat. Kepala desa, ujung tombak di lapangan, didorong untuk mengawal perubahan. Sosialisasi dan pembangunan sistem pengelolaan sampah yang efektif menjadi kunci. "Hindari TPA, sumber penyakit di tengah desa," tegas Ny. Putri Koster. Plastik, si musuh abadi, menantang sinergi. Ruang terbuka desa dan kota, seperti "tebe" dan septitank, dapat difungsikan sebagai titik pengolahan sampah organik. Gusti Putu Armada, Kepala Desa Bakti Seraga, dengan optimisme yang menular, membuktikan bahwa perubahan itu mungkin. "Jika 148 desa bergerak serentak, Buleleng akan bersinar," ujarnya. Ia mengajak 2.200 kepala keluarga untuk memulai gerakan dari dapur sendiri. Agus Astapa, Ketua KPID Provinsi Bali, menyuarakan ajakan yang sama. "Jadilah panutan," ucapnya, sederhana namun mendalam. Slogan "Desaku Bersih Tanpa Mengotori Desa Lain" diharapkan menjadi pendorong perubahan. Ny. Putri Koster, bersama rombongan, meninjau TPS3R di Desa Bakti Seraga. Aksi nyata di tengah harapan. (fathur/suteja)
Baca juga:
Dari Sungai Kumuh Jadi Tukad Korea