SETELAH penantian panjang membentang puluhan tahun, layar televisi warga Buleleng akhirnya bersih dari gangguan "semut". Kehadiran Turyapada Tower di Pegayaman, Sukasada, menuntaskan mimpi itu, menghadirkan siaran televisi digital yang jernih dan gratis, seperti yang dirasakan Wayan Sunarca dari Desa Bontihing. Di Desa Bontihing, Kubutambahan, Buleleng, layar kaca kini memancarkan gambar sebening embun pagi. Wayan Sunarca, dengan mata berbinar, menjadi saksi bisu perubahan itu. "Dulu gerimis, hilang-hilang," tuturnya, mengulang keluhan puluhan tahun warga Buleleng sebelum Turyapada Tower tegak perkasa. Jumat (18/4/2025) menjadi hari yang ditunggu. Di kaki Turyapada Tower yang menjulang gagah di Pegayaman, Sukasada, Gubernur Bali Wayan Koster meresmikan babak baru penyiaran. Bagi Sunarca, ini bukan sekadar perubahan teknis. Ini adalah pembebasan dari frustrasi puluhan tahun. Kini, ia bisa menyaksikan lincahnya bola di lapangan hijau tanpa khawatir siaran teracak, tanpa perlu parabola yang rumit. "Terima kasih Bapak Gubernur, Bapak Bupati," ucapnya tulus, "Semoga siarannya makin banyak." Kadek Sinta Desiana dari Unggahan, Seririt, merasakan hal serupa. Dulu, layar televisinya seringkali menjadi musuh bersama saat tontonan favorit sang suami menghilang ditelan sinyal buruk. Kini, keluhan itu sirna. "Saya sih tidak hobi nonton bola, tapi suami tiang sangat senang," ujarnya sambil tersenyum, "Dulu ngerebek, sekarang tidak. Sangat terbantu sekali." Turyapada Tower bukan sekadar menara pemancar. Bagi masyarakat Buleleng, ia adalah monumen harapan yang terwujud. Gubernur Koster menyebutnya sebagai "tonggak penting" penyiaran Bali, gerbang menuju informasi dan hiburan yang "lebih jernih, modern, dan menjangkau." Janji itu kini nyata, menjangkau 90 persen wilayah Buleleng dengan sembilan stasiun televisi awal, dan puluhan lainnya akan menyusul. Lebih dari sekadar infrastruktur, Turyapada adalah simbol. Simbol kemajuan teknologi yang meratakan akses informasi. Simbol komitmen untuk menghadirkan layanan berkualitas hingga pelosok utara Bali. Dengan ketinggian 1.636 meter di atas permukaan laut, ia bukan hanya memancarkan gelombang digital, tetapi juga menawarkan jendela baru bagi pariwisata Buleleng: planetarium, skywalk, restoran berputar, dan jembatan kaca. Di Desa Adat Amertasari, tempat Turyapada berdiri kokoh, mimpi puluhan tahun itu akhirnya bersemi. Sinyal televisi digital yang dipancarkannya adalah oase bagi dahaga informasi dan hiburan warga Buleleng dan Jembrana yang selama ini kesulitan menangkap siaran tanpa bantuan parabola. Kini, gambar dan suara yang jernih bukan lagi kemewahan, melainkan hak yang setara. Di balik layar kaca yang tadinya buram, kini terpancar kegembiraan yang murni, secerah gambar televisi digital itu sendiri. "Semut-semut" di layar kaca telah pergi, digantikan oleh warna-warni dunia yang kini lebih dekat. (fathur/suteja)
Baca juga :
• Dapur Bali Berbisik: Saatnya Pilah, Saatnya Pulih
• Dari Sungai Kumuh Jadi Tukad Korea
• Kopi dari Konservasi Air Situ Cimeuhmal