Search

Home / Aktual / Sosial Budaya

Ketika Tedung Pura Beradu dengan Kilau Layar Digital

Dewa Fatur   |    01 April 2025    |   19:47:00 WITA

Ketika Tedung Pura Beradu dengan Kilau Layar Digital
Pelestarian budaya Bali. (Foto: Dewa)

PULAU Dewata, Bali. Sebuah lanskap di mana harmoni antara manusia dan alam menari dalam ritme sakral. 

Di sini, di antara sawah yang menghijau dan ombak yang berdebur, tradisi berakar kuat, menjulang seperti pohon beringin purba. 

Namun, badai modernisasi mengintai, mengancam untuk meruntuhkan pilar-pilar budaya yang telah berdiri kokoh selama berabad-abad.

Di sudut-sudut desa, di mana gamelan mengalun syahdu, layar-layar digital kini memancarkan cahaya biru, menenggelamkan melodi tradisional dalam hingar-bingar dunia maya. 

Anak-anak muda, pewaris tradisi, lebih akrab dengan jemari yang menari di atas ponsel daripada jemari yang memahat ukiran kayu.

Upacara-upacara adat, yang dulu khusyuk dan sakral, kini sering kali menjadi tontonan wisata, kehilangan esensinya dalam riuhnya kilatan kamera. 

Topeng-topeng sakral, yang dulu hanya muncul di pura-pura suci, kini dipajang di toko-toko suvenir, diperdagangkan sebagai komoditas.

Namun, di tengah gelombang perubahan ini, masih ada secercah harapan. Para seniman muda, dengan semangat inovasi, mencoba memadukan tradisi dengan sentuhan modern, menciptakan karya-karya yang memukau tanpa kehilangan akar budaya. 

Desa-desa adat, dengan kearifan lokal, berjuang mempertahankan warisan leluhur, menolak untuk larut dalam arus globalisasi.

Pelestarian budaya Bali bukanlah tugas yang mudah. Ini adalah perjuangan tanpa akhir, sebuah tarian di atas tali yang rapuh. 

Kita harus bijaksana, memilih jalan tengah, di mana tradisi dan modernitas dapat berdampingan tanpa saling meniadakan.

Mari kita jaga agar tedung pura tetap berkibar megah, di tengah kilau layar digital yang memancar.

 Mari kita pastikan bahwa generasi mendatang masih dapat mendengar gemerincing genta dan melihat tarian sakral, bukan hanya sebagai artefak masa lalu, tetapi sebagai bagian hidup dari identitas mereka.

Bali, pulau seribu pura, jangan biarkan warisanmu terkubur dalam pasir waktu. Mari kita rajut kembali benang-benang tradisi yang mulai longgar, agar keindahanmu tetap abadi, menjadi lentera bagi dunia yang semakin kehilangan arah. (*)


Baca juga: NUSA DUA CIRCLE, Mega Proyek ‘Gagal’. Benarkah Perusahaan dan Orang-Orang yang Terlibat Didalamnya Juga Bermasalah? (BAG: 1)