Garis Hidup di Ladang Garam Kusamba
KLUNGKUNG, PODIUMNEWS.com - Di tengah gempuran modernisasi, ada sekelompok orang yang masih setia menjaga tradisi turun-temurun, menggarap tanah dengan tangan kosong, dan bergulat dengan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka adalah petani garam di Kusamba, Bali.
Dengan wajah keriput dan kulit legam terbakar matahari, mereka menggarap ladang garam yang luas, rajin meratakan garam dengan garu kayu. Keringat bercucuran, namun semangat mereka tak pernah padam. Bagi mereka, bertani garam bukan hanya pekerjaan, tetapi juga warisan leluhur yang harus dipertahankan.
Namun, zaman terus bergulir, dan tantangan yang dihadapi petani garam semakin berat. Teknologi modern, seperti mesin penggarap dan pemanen garam, mengancam keberadaan mereka. Selain itu, regenerasi petani garam semakin sulit, karena anak-anak muda lebih tertarik pada pekerjaan yang lebih modern dan menguntungkan.
"Dulu, ada banyak sekali petani garam di sini," ujar Pak Wayan, salah seorang petani garam Kusamba saat ditemui,Sabtu (5/4/2025). "Sekarang, tinggal sedikit. Anak-anak muda sudah enggan jadi petani garam. Mereka lebih suka kerja di pabrik atau jadi pegawai," lanjutnya.
Meskipun demikian, Pak Wayan dan petani garam lainnya tidak putus asa. Mereka terus berjuang untuk mempertahankan tradisi dan mata pencaharian mereka. Mereka mengajarkan keahlian mereka kepada anak-anak mereka, berharap tradisi ini dapat terus lestari.
"Kami tidak mau tradisi ini hilang," ujarnya. "Kami akan terus berjuang untuk mempertahankan mata pencaharian kami, agar anak-anak kami bisa hidup layak," lanjutnya.
Cerita Pak Wayan dan petani garam Kusamba lainnya adalah kisah tentang perjuangan dan ketahanan manusia dalam menghadapi tantangan zaman. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang terus menggarap tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjaga warisan budaya. (fathur)
