DI TENGAH dunia media yang semakin riuh dan lekas, kami memilih jalan yang sepi dan pelan. Mengapa? Karena kami percaya: kadang yang paling dibutuhkan bukanlah informasi baru, melainkan ruang untuk memaknai. Apa yang paling kita rindukan hari ini? Kami membayangkan sebuah panggung kecil. Bukan podium yang menjulang, tapi cukup rendah untuk tidak mencemaskan siapa yang lebih tinggi. Sebuah tempat bicara yang tidak ditinggikan dengan pengeras suara, tapi dimuliakan oleh kesediaan untuk mendengar. Dari bayangan itulah kami menyusun sesuatu yang pelan—sebuah ekosistem kecil, kami menyebutnya: Podium. Ia bukan perusahaan. Bukan pula jaringan bisnis dalam pengertian yang lazim. Ia lebih seperti taman yang kami rawat. Ada pohon-pohon yang berbeda, tapi akarnya saling bersilang di dalam tanah yang sama: niat baik, kerja sunyi, dan keyakinan bahwa yang bernilai seringkali tumbuh perlahan. PodiumNews berdiri paling awal. Ia tidak kami bangun untuk mengejar klik, tetapi untuk menampung jeda. Di saat berita menjadi perburuan, kami ingin menjadi ruang refleksi. Bukan karena kami lebih tahu, tapi karena kami tahu rasanya terlalu sering dijejali. Lalu ada Podium Kreatif—semacam ruang belakang tempat gagasan digodok, dikembangkan, dibersihkan dari gimik. Ia membantu lembaga dan komunitas bercerita dengan jujur. Tidak berkoar, tapi bernarasi. Seperti menyunting hidup, agar bisa dibaca dengan utuh. UrbanBali muncul kemudian. Lebih muda, lebih cair, lebih bermain. Tapi di balik warnanya yang ringan, ia mengusung beban yang sama: bagaimana menyatukan masa kini dan masa lalu, dalam gaya yang tidak kehilangan isi. UrbanBali adalah cara kami merangkul generasi yang lahir di tengah layar, tapi tetap ingin berpijak pada tanah. Dan akhirnya, kami siapkan Kedai Kopi Redaksi. Tempat nyata untuk segala yang maya. Di sana, kami ingin wacana turun dari panggung. Duduk di kursi kayu, menyeruput kopi, dan mengizinkan percakapan mengalir—tanpa moderator, tanpa keharusan menang. Semua ini bukan rencana bisnis jangka pendek. Barangkali ia lebih mirip ikhtiar hidup. Seperti menanam pohon, yang mungkin tak akan sepenuhnya kita nikmati daunnya. Tapi bukankah itu juga cara mencintai dunia? Semua lini ini kami bangun bukan hanya sebagai usaha, tapi sebagai cara hidup yang saling menguatkan. Media, kreativitas, gaya hidup, dan ruang fisik—menyatu dalam apa yang kami sebut sebagai Podium Ecosystem. Kami tidak ingin keras. Kami hanya ingin tetap mendengar. Kami tidak ingin cepat. Kami hanya ingin terus bertumbuh. (*)
Baca juga :
Barangkali bukan jawaban, tapi ruang. Ruang untuk bertanya dengan tenang. Ruang untuk tidak harus selalu tahu. Ruang untuk menjadi waras di tengah yang serba tergesa.
• Mengembalikan 'Guna' Sampah dengan Kearifan Lokal
• Jangan Biarkan Bali Gelap
• Paradoks JKN Denpasar