Podiumnews.com / Aktual / Kesehatan

Gagal Jaga Higienitas, Program Gizi Jadi Bumerang

Oleh Editor • 22 Mei 2025 • 13:34:00 WITA

Gagal Jaga Higienitas, Program Gizi Jadi Bumerang
Seorang siswa sekolah dasar menikmati makanan bergizi lengkap di ruang makan sekolah. Program Makan Bergizi diharapkan mendukung tumbuh kembang anak sekaligus menjaga ketahanan fisik dan mental generasi muda. (podimnews)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com  – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi siswa sekolah dasar justru menimbulkan kekhawatiran setelah sejumlah siswa di Kabupaten Cianjur mengalami gejala keracunan. Hasil uji laboratorium sementara menunjukkan adanya kontaminasi bakteri berbahaya seperti E.coli, Salmonella, dan Staphylococcus dalam makanan yang dikonsumsi para siswa.

Peristiwa ini menjadi sorotan luas karena MBG merupakan salah satu program unggulan yang digadang-gadang sebagai penopang generasi emas Indonesia. Namun, lemahnya sistem pengawasan dan kurangnya standar higienitas membuat niat baik program ini berubah menjadi ancaman nyata.

Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani, SSi MSi PhD, menilai bahwa kasus ini menjadi bukti nyata bahwa rantai penyediaan makanan di MBG masih menyimpan banyak celah berbahaya.

“Yang paling rawan menjadi sumber kontaminasi bisa berasal dari bahan baku, proses pemasakan, penyimpanan, distribusi, hingga penyajian. Kasus ini harus menjadi pembelajaran bersama untuk menginspeksi secara detail,” tegasnya melalui keterangan tertulis, Rabu (21/5/2025).

Anak-anak: Kelompok Paling Rentan

Laura menekankan bahwa anak-anak adalah kelompok paling rentan terhadap keracunan makanan. Gejala seperti mual, muntah, diare, dan dehidrasi akut bisa berkembang menjadi kondisi serius jika tidak ditangani dengan cepat.

“Tanpa program MBG pun, keracunan makanan bisa saja terjadi dan berpotensi menjadi wabah. Oleh karena itu, ini harus menjadi standar minimum bagi semua penyedia makanan, termasuk UMKM, untuk memperhatikan aspek higienitas produknya,” jelasnya.

Perlu Audit Menyeluruh

Sebagai langkah perbaikan, Laura mendorong pembentukan tim audit pangan nasional yang melibatkan berbagai disiplin keilmuan, seperti ahli gizi, sanitarian, epidemiolog, dan pakar keamanan pangan. Ia menyatakan bahwa hanya dengan pengawasan ketat, kejadian serupa bisa dicegah.

“Jika terbukti ada kelalaian, penyedia makanan seharusnya dapat dikenai sanksi atau bahkan dihentikan kontraknya. Ini penting agar penyedia benar-benar serius dalam mempersiapkan makanan MBG,” tambahnya.

Ia juga menyarankan pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan untuk aktif melakukan pemantauan kasus diare dan surveilans gizi di wilayah distribusi MBG, sebagai bentuk deteksi dini terhadap potensi kejadian luar biasa (KLB).

Program Tetap Penting, Tapi Harus Aman

Meski demikian, Laura menyatakan bahwa program MBG tetap penting dan perlu dilanjutkan. Namun, fokusnya harus diperluas, bukan hanya pada pemberian gizi, tapi juga pada keamanan pangan dan tanggung jawab distribusi.

“Tujuannya mulia, tapi pelaksanaannya harus jauh lebih ketat. Jangan sampai program yang harusnya menyelamatkan malah mencelakakan,” pungkasnya. (riki/suteja)