Search

Home / Aktual / Sosial Budaya

Simbol Kesuburan dalam Karya Suardana di Bali Megarupa

Nyoman Sukadana   |    23 Juli 2025    |   19:01:00 WITA

Simbol Kesuburan dalam Karya Suardana di Bali Megarupa
I Wayan Suardana bersama karyanya, 'Metu-Manu-Urip'. (foto/Angga)

DENPASAR, PODIUMNEWS.Com - Karya kriya berjudul Metu-Manu-Urip menjadi salah satu penanda kuat dalam pameran seni rupa kontemporer Bali Megarupa 2025. Karya ini diciptakan oleh Dr Drs I Wayan Suardana MSn, seniman asal Petulu, Gianyar, Bali, dan dosen Kriya di Institut Seni Indonesia (ISI) Bali.

Pameran Bali Megarupa sendiri merupakan bagian dari Festival Bali Jani 2025, sebuah program seni modern dan kontemporer yang digagas oleh Ibu Putri Suastini Koster. Istri Gubernur Bali ini dikenal sebagai seniman yang aktif mendorong ruang ekspresi baru bagi pelaku seni lintas generasi.

Suardana menjelaskan bahwa Metu-Manu-Urip mengandung arti "lahir, manusia, dan hidup", sebuah narasi spiritual yang menggambarkan proses kelahiran dan kehidupan di bumi, yang bersumber dari kesuburan. “Konsepnya saya ambil dari ‘Lingga-Yoni’, simbol Purusa dan Predana dalam ajaran Hindu. Kehidupan berasal dari sinergi keduanya,” ujarnya saat ditemui pada Selasa (22/7/2025).

Dalam karya tersebut, Suardana menggunakan material kriya seperti kayu jati kuno, tempurung, tulang, serta bulu burung dari Papua. Bentuknya memvisualkan lesung (yoni) dan alu penumbuk (lingga), serta ditambah elemen simbolik gada, senjata Dewa Brahma, yang tertanam di tengah lesung.

“Saya tidak memberi judul vulgar seperti ‘Lingga-Yoni’. Lewat Metu-Manu-Urip, saya ingin orang merenung lebih dalam tentang asal mula kehidupan dan makna kesuburan,” ungkap pria kelahiran 1963 ini.

Ia juga menyebut bahwa benda-benda tradisional seperti lesung dan lulu yang digunakan dalam karyanya adalah barang tak terpakai di era modern. Namun justru itulah yang menjadi daya tariknya. “Lesung dan lulu sekarang dianggap tak berguna. Tapi mereka adalah simbol kehidupan agraris. Saya ingin mengangkat kembali nilai itu,” tambahnya.

Selain kuat secara visual dan material, karya ini juga mengandung filosofi mendalam. Gada yang ditanam di lesung disebut sebagai simbol penciptaan oleh Brahma, namun juga bisa dimaknai sebagai trisula, senjata sakral yang menjaga keseimbangan kehidupan.

“Gada adalah pencipta. Tapi trisula juga menjaga dan memelihara. Ia hanya menghancurkan jika sudah waktunya. Semua bagian dari siklus,” kata Suardana.

Sebagai bagian dari Festival Bali Jani, Bali Megarupa menghadirkan karya-karya seniman modern dan kontemporer dari Bali. Suardana menyebut pameran ini sebagai ruang penting bagi seniman muda dan senior untuk berekspresi. “Seniman senior biasanya diundang, sementara seniman muda diseleksi lewat open call. Tapi karya mereka luar biasa. Sangat menjanjikan,” ujarnya.

Suardana sendiri dikenal konsisten mengangkat tema-tema spiritual dan simbolik dalam karyanya. Ia tertarik pada bentuk-bentuk magis seperti rajah kuno, yang menurutnya telah merepresentasikan ekspresi surealis jauh sebelum dunia mengenal istilah itu.

“Rajah-rajah itu menyeramkan tapi menarik. Kepala langsung kaki, tangan langsung dada. Itu ekspresif dan surealis. Kita di Bali sebenarnya sudah punya itu sejak lama. Kita hanya terlambat mewacanakan,” jelasnya.

Ia juga menegaskan pentingnya peran akademisi seni untuk mengangkat kembali nilai-nilai lokal yang telah ada, dan mengkomunikasikannya secara global. “Kita tidak kalah dengan luar. Justru fondasi budaya kita sangat kuat. Tugas kita adalah mengangkat dan memperlihatkan itu ke dunia,” tegas Suardana.

Dengan pengalaman panjang di dunia seni rupa, Suardana telah berpameran di berbagai galeri ternama seperti Tony Raka Gallery dan Museum Puri Lukisan Ubud, hingga ajang internasional seperti Jejak Rasa dan Bricolage. Namun Metu-Manu-Urip terasa istimewa karena menggabungkan kekayaan simbolik, spiritualitas, dan isu pelestarian dalam satu karya kriya yang utuh.

“Saya ingin karya saya tak hanya enak dilihat, tapi juga menyentuh makna terdalam dari kehidupan. Karena bagi saya, seni adalah jalan pulang ke akar kita,” tutupnya.

(angga/sukadana)

Baca juga :
  • Wagub Bali Bernostalgia Saat Karya di Pura Rambut Siwi
  • Wawali Denpasar Tekankan Sinergi Saat Karya di Banjar Sumuh
  • GATEL Gelar Lomba Ogoh-Ogoh Mini, Tapel, Punggal Barong Bangkung