MASA setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah periode yang penuh gejolak, terutama di Bali. Di tengah upaya Belanda untuk kembali berkuasa, peran kepolisian mengalami transformasi fundamental dari alat kolonial menjadi penjaga kedaulatan Republik. Mantan anggota polisi pribumi yang pro-Republik memainkan peran krusial dalam mempertahankan kemerdekaan yang baru direbut. Mereka tidak tinggal diam. Sebaliknya, mereka bergabung dengan berbagai badan perjuangan rakyat, membentuk barisan keamanan, dan melakukan perlawanan bersenjata. Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, seorang sejarawan militer terkemuka, dalam bukunya Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Republik Indonesia (1942-1950) (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), menjelaskan pentingnya peran ini: "Barisan polisi pribumi yang pro-Republik adalah salah satu tulang punggung pertahanan sipil dan militer lokal dalam menghadapi agresi Belanda." Kutipan ini menggarisbawahi bahwa kekuatan polisi pribumi ini menjadi garda terdepan dalam menjaga keamanan wilayah yang sudah merdeka. Meskipun seringkali kekurangan persenjataan, seragam, dan logistik, semangat patriotisme menggerakkan mereka. Mereka bekerja bahu-membahu dengan laskar rakyat dan tentara pejuang untuk menjaga keamanan dari ancaman militer Belanda serta gangguan internal. Di Bali, mereka mendukung perjuangan para pahlawan lokal seperti I Gusti Ngurah Rai, yang memimpin pasukan Ciung Wanara. Gusti Ketut Kaler, veteran perjuangan Bali, dalam wawancaranya yang tercatat dalam arsip sejarah lisan (misalnya di Pusat Dokumentasi Sejarah Perjuangan Bali), pernah menyatakan: "Kami, polisi pribumi, memilih untuk membela tanah air kami. Kami tahu risikonya, tetapi kemerdekaan adalah segalanya." Kesaksian ini menunjukkan tekad kuat dan keberanian para polisi pribumi di masa revolusi. Periode ini menandai transisi penting dari polisi kolonial menjadi Polisi Republik Indonesia. Dari yang semula dipandang sebagai kaki tangan penjajah, mereka kini menjelma menjadi simbol perlawanan dan pelindung rakyat. Mereka bukan hanya berjuang di garis depan, tetapi juga berusaha menjaga ketertiban masyarakat di tengah kekacauan revolusi. Pembentukan pasukan keamanan lokal yang loyal kepada Republik menjadi prioritas, meskipun seringkali dengan sumber daya yang sangat terbatas. Dengan demikian, babak Revolusi Fisik adalah masa yang membentuk identitas baru bagi kepolisian di Bali. Dari struktur yang didesain untuk melayani kolonial, mereka bangkit menjadi kekuatan yang berjuang demi kedaulatan bangsa, meletakkan fondasi bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia modern. (tim redaksi)
Baca juga :
• Reformasi Polri: Tantangan Modern
• Orde Lama-Baru: Konsolidasi Polisi
• Jejak Matahari Terbit: Polisi di Masa Pendudukan Jepang