Search

Home / Aktual / Gaya Hidup

Terlihat Kaya atau Stabil Finansial Dulu Saja

Nyoman Sukadana   |    11 Agustus 2025    |   01:20:00 WITA

Terlihat Kaya atau Stabil Finansial Dulu Saja
Ilustrasi menampilkan perbedaan gaya hidup terlihat kaya melalui konsumsi simbolik dan gaya hidup stabil finansial dengan fokus pada aset produktif dan keamanan keuangan. (podiumnews)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Era media sosial dan kemudahan akses kredit membuat simbol kekayaan seperti mobil mewah, gawai terbaru, dan liburan ke destinasi populer semakin mudah diraih, bahkan melalui cicilan. Banyak orang, terutama kelas menengah, memilih untuk mengejar tampilan “kaya” terlebih dahulu dibanding membangun kestabilan finansial yang menjadi fondasi kekayaan jangka panjang.

Kestabilan finansial adalah kondisi di mana seseorang memiliki penghasilan yang cukup dan stabil, dana darurat minimal enam bulan pengeluaran, perlindungan asuransi memadai, serta utang konsumtif yang terkendali. Fondasi ini penting untuk melindungi dari risiko seperti kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, atau krisis ekonomi. Tanpa fondasi ini, kekayaan yang dibangun akan rapuh dan mudah runtuh.

Data terbaru menunjukkan tren konsumtif yang mengkhawatirkan:

  1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan pinjaman konsumtif sebesar 7,5 persen pada tahun 2023, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,1 persen.
  2. Pinjaman online dan kredit e-commerce mencapai hampir Rp 65 triliun pada Mei 2024, naik 25 persen dibanding tahun sebelumnya.
  3. Studi Noerhidajati (2020) menemukan sebagian besar utang rumah tangga berada pada kelompok pendapatan menengah atas.
  4. Penelitian di Jawa Timur mengungkap bahwa kelas menengah perkotaan sering membeli produk karena nilai simbolik dan tekanan sosial, bukan karena fungsi utama barang tersebut.

Penyebab umum fenomena ini antara lain:

  1. Tekanan sosial dan gengsi – Lingkungan sering membentuk standar tidak tertulis tentang kesuksesan, misalnya memiliki mobil baru atau liburan mahal.
  2. Akses kredit yang mudah – Cicilan nol persen dan program buy now pay later membuat pembelian besar terasa ringan, meskipun bukan prioritas.
  3. Literasi keuangan rendah – Banyak yang menganggap barang konsumtif sebagai aset, padahal nilainya menyusut setiap tahun.
  4. Efek treadmill hedonik – Saat pendapatan naik, standar hidup ikut naik. Kepuasan dari barang baru cepat hilang, sehingga muncul keinginan untuk membeli lagi.

Risiko terjebak “middle-class trap”
Kelas menengah yang menghabiskan pendapatannya untuk cicilan dan konsumsi simbolik rentan terjebak pada stagnasi finansial. Mereka sulit mengumpulkan aset produktif, sehingga tidak dapat naik kelas menjadi benar-benar kaya. Dalam situasi krisis, kelompok ini rentan kehilangan stabilitas karena tabungan tipis dan ketergantungan pada utang.

Langkah membangun kekayaan dengan pondasi stabil:

  1. Bangun dana darurat 6–12 bulan pengeluaran.
  2. Batasi cicilan konsumtif maksimal 30 persen dari pendapatan.
  3. Lindungi diri dengan asuransi kesehatan dan jiwa.
  4. Alihkan surplus pendapatan ke aset produktif seperti reksa dana, saham, obligasi, atau properti sewa.
  5. Tingkatkan pendapatan dengan menambah keterampilan, sertifikasi, atau bisnis sampingan.

Kesimpulan
Terlihat kaya memang memberi kepuasan ego dalam jangka pendek, namun tanpa kestabilan finansial semua itu rapuh. Fondasi keuangan yang kuat adalah syarat utama untuk membangun kekayaan yang bertahan lama. Dengan disiplin dan strategi yang tepat, kelas menengah dapat keluar dari jebakan konsumtif dan mencapai kemakmuran berkelanjutan.

(sukadana)

Baca juga :
  • Tren TikTok ‘I Quit My Job’ Ramai di Bali
  • BREIG Social Run Satukan Warga dan Wisatawan di Pererenan
  • Ayo Mendaftar Pemilihan Duta Endek 2025 Kota Denpasar