YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Lily Arsanti Lestari STP MP memperingatkan bahaya serius konsumsi makanan ultra processed food (UPF) terhadap kesehatan masyarakat. Ia menegaskan, bukti ilmiah menunjukkan hubungan kuat antara konsumsi UPF dengan obesitas, penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, hingga kanker. “Efek ini dimediasi oleh mekanisme biologis kompleks, termasuk peradangan kronis, gangguan metabolisme, hingga perubahan mikrobiota usus,” kata Lily dalam webinar nasional bertajuk “Kontroversi Ultra Processed Food: Inovasi Teknologi Pangan dan Tantangan Kesehatan Masyarakat” pada Selasa (16/9/2025). Menurutnya, tren konsumsi UPF yang meningkat menjadi tantangan besar di masa depan. Ia menekankan pentingnya metode penelitian yang lebih standar serta perlunya kebijakan publik yang tegas. “Pemerintah perlu mempertimbangkan penerapan cukai dan intervensi multi-level untuk mengurangi konsumsi UPF,” ujarnya. Selain Lily, sejumlah pakar juga menyoroti kontroversi seputar makanan ultra proses. Ketua Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Prof Dr Ir Giyatmi MSi menyebut inovasi teknologi pangan memang bermanfaat bagi ketersediaan dan keamanan produk, namun sering dituding sebagai penyebab obesitas dan penurunan kualitas gizi. Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM Prof Dr Ir Sri Raharjo MSc menambahkan bahwa UPF adalah formulasi industri dengan banyak bahan tambahan, termasuk aditif, untuk menciptakan produk praktis dan hyper-palatable. Ia menilai penting bagi industri untuk lebih proaktif melibatkan publik dalam isu kesehatan pangan. Di sisi lain, industri menekankan manfaat inovasi teknologi. CEO Pachira Group Ir Mukhlis Bahrainy menilai, konsumen tetap memegang peran utama. “Makanan yang kita konsumsi tidak selalu buruk hanya karena masuk kategori UPF. Begitu juga makanan non-UPF tidak otomatis baik,” katanya. Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Dra Dwiana Andayani Apt menambahkan perlunya regulasi sekaligus mendorong produk sehat rendah gula dan berbasis bahan alami. Ia mencontohkan tren produk inovatif seperti minuman nabati tanpa pemanis, protein bar rendah gula, hingga yoghurt rendah lemak yang kini semakin digemari masyarakat. (riki/sukadana)
Baca juga :
• 57 Persen Warga Indonesia Alami Masalah Gigi
• BPOM Tegaskan Galon Guna Ulang Aman Dipakai Konsumen
• Uji Coba SIZE di Bali, Perkuat Sistem Pengendalian Penyakit Zoonosis