Search

Home / Aktual / Kesehatan

Penyakit Tidak Menular Sebabkan 75 Persen Kematian Nasional

Nyoman Sukadana   |    18 September 2025    |   16:40:00 WITA

Penyakit Tidak Menular Sebabkan 75 Persen Kematian Nasional
Ilustrasi pemeriksaan kesehatan, seorang dokter mengecek tekanan darah pasien di ruang klinik dengan suasana profesional, hangat, dan humanis. (podiumnews)

YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Angka kejadian penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia terus meningkat dan kini menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, PTM menyumbang lebih dari 75 persen penyebab kematian setiap tahun. Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam situasi krisis kesehatan nasional yang tidak bisa lagi diabaikan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan setidaknya 43 juta orang meninggal setiap tahun akibat PTM di seluruh dunia. Indonesia tidak terkecuali menghadapi masalah yang sama, bahkan dengan tantangan ganda berupa keterbatasan pendanaan dan lemahnya promosi kesehatan di tingkat masyarakat.

Guru Besar Bidang Ilmu Promosi dan Pencegahan PTM Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), Prof dr Fatwa Sari Tetra Dewi MPH PhD, menegaskan bahwa kondisi ini tidak bisa dianggap remeh. “Sehat itu sebetulnya bisa dirancang, bukan kebetulan,” ujarnya, Kamis (18/9/2025) di Kampus UGM Yogyakarta.

Ia mengungkapkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang menunjukkan hampir satu dari tiga orang dewasa (30,8 persen) masih menderita hipertensi. Ironisnya, hanya sekitar 18,9 persen yang hipertensinya terkendali. Data ini menegaskan adanya jurang besar antara diagnosis dan pengobatan.

Selain hipertensi, konsumsi minuman manis di Indonesia juga masih tinggi. Hampir setengah populasi (47,5 persen) tercatat mengonsumsi minuman manis paling tidak sekali sehari. Di sisi lain, prevalensi merokok juga masih menjadi masalah dengan sekitar satu dari empat orang berusia 15 tahun ke atas (24,7 persen) merupakan perokok aktif. “Angka-angka ini menegaskan bahwa layanan kuratif dan deteksi dini saja tidak cukup tanpa dibarengi promosi kesehatan yang kuat,” tegas Fatwa.

Menurutnya, pilihan sehat harus dibuat lebih mudah diakses masyarakat. Upaya promotif dinilai menjadi jalan utama untuk menurunkan angka PTM secara signifikan. “Promotif bukan melulu kampanye. Ini menyangkut lingkungan yang mendukung hidup sehat—ketersediaan makanan dan minuman sehat, ruang publik yang ramah aktivitas fisik, kawasan tanpa rokok yang nyaman, serta informasi gizi yang mudah dipahami,” katanya.

Fatwa menambahkan, pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa ketika lingkungan berubah, perilaku masyarakat pun ikut berubah. Oleh karena itu, strategi kesehatan tidak bisa hanya membebankan tanggung jawab pada individu, tetapi juga harus melibatkan pelaku usaha dan pemerintah.

Ia menyebut ada tiga alasan utama tindakan promotif perlu diprioritaskan. Pertama, dampaknya luas karena menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti label gizi yang jelas, pembatasan gula, atau ruang publik yang sehat. Kedua, promotif lebih murah karena mencegah masyarakat “membeli” kesehatan dengan biaya pengobatan mahal. Ketiga, pemerintah perlu menggandeng pelaku usaha agar inovasi bisnis sejalan dengan arah pembangunan kesehatan.

“Pemerintah bisa menetapkan standar sehingga industri tetap berinovasi dalam koridor yang mendukung kesehatan. Hasilnya, tercipta pasar sehat, konsumen mendapat pilihan yang jelas, dan ekonomi tetap tumbuh,” jelasnya.

Fatwa menekankan bahwa promosi kesehatan bukan sekadar slogan, melainkan investasi jangka panjang. Dengan langkah promotif yang kuat, Indonesia berpeluang menekan beban PTM sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat. “Mati itu pasti, tetapi menikmati hidup dengan kualitas tinggi dan berakhir dengan masa sakit yang pendek adalah harapan semua orang,” pungkasnya.

(riki/sukadana)

Baca juga :
  • Guru Besar UGM Peringatkan Bahaya Makanan Ultra Proses
  • 57 Persen Warga Indonesia Alami Masalah Gigi
  • BPOM Tegaskan Galon Guna Ulang Aman Dipakai Konsumen