Riskesdas Catat Prevalensi Diabetes Capai 11,3 Persen
DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Prevalensi diabetes di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023 mencatat angka kasus diabetes mencapai 11,3 persen, naik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Lonjakan ini menandakan konsumsi gula masyarakat Indonesia sudah berada pada level yang mengkhawatirkan.
Salah satu pemicu meningkatnya angka diabetes adalah maraknya Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Minuman dengan kadar gula tinggi ini mudah dijumpai di pasaran, tersedia dengan harga terjangkau, dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat lintas usia.
Kepala Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dra Yayi Suryo Prabandari MSi PhD, menegaskan bahwa konsumsi berlebih MBDK berkontribusi besar terhadap meningkatnya kasus diabetes di Indonesia.
“Di negara lain, salah satu cara efektif menekan angka prevalensi diabetes adalah dengan memberlakukan kebijakan cukai MBDK. Kalau harganya lebih mahal, masyarakat akan berpikir ulang sebelum membeli,” ujar Yayi melalui keterangannya, Jumat (19/9/2025).
Menurut Yayi, kebijakan cukai MBDK sudah lama menjadi instrumen yang terbukti efektif di sejumlah negara, termasuk Australia. Indonesia sendiri sudah menggagas kebijakan ini sejak 2016. Namun hingga kini, implementasinya belum juga berjalan.
Banyak faktor yang memperlambat realisasi kebijakan ini. Mulai dari perhitungan besaran cukai agar tepat sasaran, hingga dinamika politik dan ekonomi yang melibatkan perusahaan-perusahaan produsen minuman berpemanis. “Mereka khawatir produksinya akan menurun jika cukai diberlakukan,” tambahnya.
Yayi menilai kebijakan cukai tidak bisa berdiri sendiri. Diperlukan pula edukasi publik yang konsisten agar masyarakat memahami bahaya konsumsi gula berlebih. “Di negara maju, meskipun instrumen kebijakan berlaku, edukasi tetap jalan. Edukasi bisa melalui media, petugas kesehatan, kader, pengabdian masyarakat, hingga kampanye di tempat strategis,” terangnya.
Ia menekankan, peningkatan literasi masyarakat mengenai pola hidup sehat menjadi kunci menekan prevalensi diabetes. Edukasi seputar diet seimbang, bahaya gula berlebih, hingga dampak penyakit tidak menular seperti jantung, hipertensi, dan stroke harus terus digencarkan.
“Instrumen kebijakan itu efektif, tetapi akan lebih efektif kalau multi-level. Jadi ada sinergi kebijakan fiskal dengan edukasi publik,” pungkasnya.
Lonjakan prevalensi diabetes yang terdata dalam Riskesdas 2023 ini sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih bijak mengatur pola makan dan mengurangi konsumsi minuman berpemanis. Tanpa perubahan gaya hidup, angka 11,3 persen dikhawatirkan akan terus naik pada tahun-tahun mendatang.
(riki/sukadana)