Lauk Diperlukan Perhatian Khusus, MBG Dinilai Berisiko
YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini mendapat perhatian serius dari kalangan akademisi. Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Sri Raharjo, menilai menu lauk dalam program tersebut menjadi komponen paling berisiko memicu keracunan jika tidak dikelola dengan baik.
Menurutnya, pengolahan lauk seperti daging dan ikan membutuhkan pemanasan dan waktu masak yang cukup agar bakteri di bahan mentah dapat mati sempurna. “Dalam satu tray makanan yang berisi nasi, lauk, dan sayur, perlu diperiksa secara menyeluruh bagian mana yang berkontribusi terhadap keracunan. Biasanya, potensi terbesar berasal dari lauk,” kata Sri Raharjo, Jumat (3/10/2025).
Ia menambahkan, bahaya keracunan pangan tidak selalu ditandai dengan perubahan aroma, rasa, atau tekstur makanan. Banyak makanan yang tampak normal justru bisa mengandung bakteri patogen penyebab sakit. “Bakteri patogen tidak menimbulkan pembusukan, jadi meskipun makanan terlihat dan beraroma normal, tetap bisa berbahaya,” ujarnya.
Prof. Sri Raharjo juga menyoroti kapasitas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah yang harus menyiapkan ribuan porsi MBG setiap hari. Kondisi ini, menurutnya, membuat pengawasan mutu makanan menjadi sulit dilakukan secara detail. “Target penyediaan hingga 3.000 porsi per dapur umum berpotensi melewati batas kapasitas aman pengolahan makanan. Kontrol terhadap setiap proses menjadi tidak optimal,” katanya.
Ia mendorong agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh, terutama terhadap sistem pengadaan bahan baku dan proses distribusi makanan hingga ke sekolah. “Bahan mentah seperti daging, ikan, dan sayur harus dipastikan dalam kondisi segar dan tidak tercemar sejak awal. Jika bahan baku sudah terkontaminasi, proses pemanasan pun tidak selalu menjamin keamanan makanan,” tegasnya.
Kementerian dan pihak penyelenggara program MBG diminta segera menelusuri setiap tahapan penyediaan makanan mulai dari dapur hingga meja siswa. Tujuannya agar kejadian serupa tidak terulang, serta memastikan program gizi nasional ini benar-benar aman bagi anak sekolah.
(riki/sukadana)