Search

Home / Aktual / Edukasi

Bahasa Isyarat di Sekolah Dorong Pendidikan Lebih Inklusif

Nyoman Sukadana   |    10 Oktober 2025    |   06:23:00 WITA

Bahasa Isyarat di Sekolah Dorong Pendidikan Lebih Inklusif
Ilustrasi: Seorang guru mengajar bahasa isyarat kepada siswa di kelas, menggambarkan suasana belajar inklusif dan penuh kehangatan. (podiumnews)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Wacana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Prof Dr Pratikno MSocSc, agar bahasa isyarat masuk ke dalam kurikulum pendidikan nasional mendapat tanggapan positif dari kalangan akademisi. Salah satunya datang dari Universitas Airlangga (UNAIR) melalui Ketua Koordinator Airlangga Inclusive Learning (AIL), Dr Fitri Mutia AKS MSi.

Mutia menjelaskan bahwa gagasan tersebut bukan hal baru, melainkan sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Regulasi itu menjamin terselenggaranya pendidikan yang ramah bagi peserta didik penyandang disabilitas, termasuk dalam penyediaan kurikulum yang inklusif.

“Salah satu hal yang perlu disiapkan termasuk dukungan anggaran, sarana prasarana, serta sumber daya manusia seperti guru dan tenaga pendidik. Di sana juga disebutkan penyediaan kurikulum yang inklusif. Jadi, kita perlu memfasilitasi bagaimana jika di institusi pendidikan kita ada teman-teman tuli,” jelas Mutia melalui keterangan resmi, Kamis (9/10/2025).

Menurut Mutia, wacana tersebut bukan hanya persoalan kebijakan, tetapi juga soal cara pandang masyarakat terhadap penyandang tuli. Ia menilai bahwa kemampuan berbahasa isyarat seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya kewajiban bagi penyandang disabilitas.

“Yang paling efisien memang bahasa isyarat. Membaca gerak bibir atau voice to text belum tentu akurat,” ujarnya.

Lebih jauh, Mutia menekankan pentingnya pelibatan komunitas tuli dalam setiap proses perumusan kebijakan maupun pembelajaran bahasa isyarat. Ia menilai, sebagaimana bahasa lain, bahasa isyarat harus dipelajari langsung dari penutur aslinya agar tidak kehilangan makna dan konteks.

“Dalam proses belajar dan mengajarkan bahasa isyarat tidak boleh sembarangan orang. Idealnya belajar dari yang sudah terverifikasi. Tidak adil jika membuat kebijakan tanpa melibatkan mereka. Komunitas atau kawan-kawan tuli harus menjadi bagian dari prosesnya,” katanya.

Mutia optimistis wacana tersebut dapat menjadi titik awal menuju pendidikan inklusif di Indonesia. Namun, keberhasilannya bergantung pada kesiapan semua pihak, mulai dari pemerintah, tenaga pendidik, lembaga pendidikan, hingga masyarakat umum, untuk menerima keberagaman dan berinteraksi secara setara.

“Pendidikan inklusif artinya bukan lagi hanya di SLB atau lembaga khusus. Teman-teman tuli juga harus bisa belajar di lingkungan pendidikan yang terbuka dan setara. Jadi, semua unsur harus menyiapkan diri. Harapannya, jika kedua belah pihak saling memahami, kondisi inklusif bisa tercapai,” pungkasnya.

(riki/sukadana)

Baca juga :
  • Ketua Pokja Denpasar Sebut Bunda PAUD Berperan Penting
  • Perkuat Peran Bunda PAUD Implementasikan Wajib Belajar di Badung
  • Puluhan Sekolah Raih Penghargaan Adiwiyata, Sekda Bali Tekankan Pengelolaan Sampah