Podiumnews.com / Aktual / Sosial Budaya

Prof Aprinus Salam Nilai Nobel Sastra 2025 Cerminkan Krisis Moral Dunia

Oleh Nyoman Sukadana • 18 Oktober 2025 • 21:47:00 WITA

Prof Aprinus Salam Nilai Nobel Sastra 2025 Cerminkan Krisis Moral Dunia
Prof Aprinus Salam. (Dok/UGM)

YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com – Terpilihnya novelis asal Hungaria, László Krasznahorkai, sebagai penerima Hadiah Nobel Sastra 2025 dinilai mencerminkan kepekaan panitia terhadap krisis eksistensial dan moral yang melanda dunia kontemporer. Pandangan tersebut disampaikan oleh Prof. Aprinus Salam, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM), pada Jumat (17/10/2025).

Menurut Aprinus, panitia Nobel Sastra setiap tahun memiliki kepekaan untuk menangkap persoalan besar yang tengah mengguncang dunia. Ia menyebut lembaga ini dikenal sangat berhati-hati dan beranggotakan juri berpengalaman serta berwawasan luas. “Mereka selalu mampu membaca tanda-tanda zaman dan memilih karya yang mampu menggugah kesadaran manusia,” ujarnya.

Ia menilai dunia saat ini tengah berada dalam situasi yang apokaliptik, ditandai dengan kemerosotan moral dan kehancuran spiritualitas. Dalam konteks itu, karya-karya Krasznahorkai dinilai mampu membantu manusia menghadapi kenyataan pahit yang sering diabaikan. “Karya seperti milik Krasznahorkai mengingatkan kita bahwa keindahan dunia sedang runtuh, dan manusia perlu keberanian moral untuk menyadarinya,” kata Aprinus.

Selain menyoroti makna global Nobel Sastra, Aprinus juga menegaskan bahwa setiap penulis besar selalu membawa pembaruan dalam teknik, pengetahuan, dan cara pandang terhadap kemanusiaan. “Pembaruan itulah yang menjadikan seseorang layak mendapat Nobel Sastra,” ujarnya. Ia menilai penghargaan tahunan itu bukan semata bentuk apresiasi estetika, tetapi juga tindakan moral untuk menyegarkan kembali kesadaran dunia terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

“Panitia Nobel kadang bersikap politis dalam arti positif, untuk sekali setahun menyentuh nurani dunia dengan isu-isu yang penting diperbincangkan kembali,” tambahnya.

Bagi Aprinus, pemilihan Krasznahorkai tidak hanya berbicara tentang sastra Eropa Timur, melainkan juga tentang kegelisahan universal manusia modern. “Di tengah kepungan materialisme dan krisis moral global, sastra masih menjadi ruang refleksi bagi manusia untuk menemukan makna,” pungkasnya.

(riki/sukadana)