DENPASAR, PODIUMNEWS.com – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Denpasar Sagung Antari Jaya Negara berharap semua pihak turut melestarikan tradisi berbusana adat Bali sesuai pakem dan fungsinya. Hal itu disamapikan Sagung Antari usai menyaksikan penampilan Duta Kota Denpasar pada Parade (Utsawa) Busana Khas Daerah serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV Tahun 2023, Minggu (2/7/2023) di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center Denpasar. Dalam kesempatan tersebut, Duta Kota Denpasar menampilkan empat jenis busana adat. Yakni Busana Payas Madya, Payas Agung, Payas Malelunakan dan Payas Maplekir yang tentunya sesuai dengan pakem tradisi Kota Denpasar. Sagung Antari Jaya Negara mengapresiasi penampilan Duta Kota Denpasar yang penampilan mereka dinilai telah sesuai busana adat ciri khas, pakem dan tradisi yang berlaku di Denpasar. "Tadi penampilannya apik, desain busana adatnya juga bagus sekali, sesuai dengan pakem tradisi Denpasar, sangat khas dan menggambarkan Denpasar, semoga tetap ajeg dan lestari sebagai kearifan lokal berbusana di Denpasar. Sehingga mampu menjadi contoh bagi masyarakat dalam berbusana sesuai dengan fungsinya,” ujarnya. Sementara itu, Perancang Busana Duta Kota Denpasar, Dr AA Ngr Anom Mayun menjelaskan, Busana Payas Madya merupakan busana yang biasa digunakan saat upacara akil balik atau Ngeraja Singa untuk laki-laki dan Ngeraja Swala untuk perempuan, upacara Metatah atau Mepandes dan upacara perkawinan dengan tingkatan upacara tingkat Madya. “Dimana, model payasan ini identik dengan penggunaan tapih prada, wastra songket, sabuk songket benang dan selendang songket pada perempuan. Sedangkan untuk laki-laki biasanya menggunakan destar songket atau prada, wastra songket mekancut prada, kampuh songket dan umpal prada,” jelasnya. Selanjutnya, untuk Payas Agung merupakan busana yang biasa digunakan pada upacara akil balik, mepandes dan pernikahan dengan tingkatan upacara tingkat utama. “Ciri khas busana ini yakni memakai pusungan yang dinamakan gelung agung yang dihiasi dengan bunga segar seperti cempaka putih, cempaka kuning, kenanga dan mawar merah untuk perempuan. Sedangkan laki-laki identik menggunakan hiasan kepala gelung garuda mungkur, rumbing menghiasi telinga, badong, gelang kana, gelang naga satru, keris, cincin/ali-ali serta gelang kaki slake,” paparnya. Yang ketiga, lanjut dia, yakni Payasan Malelunakan. Dimana busana ini digunakan oleh wanita pada upacara Ngaben atau Pelebon di Kota Denpasar. Melelunakan merupakan jalinan rambut dengan selendang yang memiliki panjang 2,5 meter serta lebar 7-8 cm yang dililitkan di kepala dengan putaran 3 kali yang merupakan pakem Tri Kona yang berarti dinamika hidup. “Model payas ini identik dengan aksesoris berupa setangkai bunga puspa limbo emas, bunga sandat emas yang diselipkan pada bagian atas lelunakan, subang emas dan aksesoris pendukung lainnya,” sebutnya. Dan yang terakhir, kata dia, yakni Payas Maplekir. Menurutnya, busana ini digunakan oleh wanita pada upacara Pitra Yadnya yaitu Nyekah, Memukur atau Meligia. Busana ini identik dengan hiasan kepala yang menggunakan pusung gonjer untuk remaja dan pusung tagel untuk dewasa. “Dimana, di atas kepala terdapat hiasan melingkar terbuat dari kain dengan hiasan pada bagian belakang berbentuk kipas. Hiasan ini berwarna putih, dilengkapi bunga segar seperti cempaka putih, cempaka kuning, bunga puspa limbo emas, bunga sandat emas, dan aksesoris pelengkap seperti subang emas, bros dan cucuk emas,” tutupnya. (adhi/sut)