SURABAYA, PODIUMNEWS.com – Kebijakan pemerintah terkait LPG 3 kg sempat memicu polemik di masyarakat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) awalnya melarang pengecer menjual LPG bersubsidi per 1 Februari 2025 untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Namun, aturan ini memicu kelangkaan LPG 3 kg di berbagai daerah, sehingga pemerintah mencabut larangan dan menjadikan pengecer sebagai subpangkalan resmi Pertamina. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Dr. Ni Made Sukartini memberikan pandangannya terkait kebijakan ini. Dr Made menjelaskan bahwa LPG 3 kg merupakan komponen penting dalam mendukung aktivitas ekonomi, baik untuk rumah tangga maupun sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). "Oleh karena itu, pemerintah perlu menata subsidi LPG agar lebih tepat sasaran," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, (7/2/2025). Menurut Dr. Made, kebijakan baru ini diterapkan di masyarakat tanpa sosialisasi yang cukup, yang mengakibatkan kelangkaan gas LPG, terutama di kota-kota besar. "Ini merupakan bagian dari proses, yang mana informasi kebijakan pemerintah terkait pengaturan subsidi dan upaya efisiensi subsidi direspons terlalu cepat oleh pelaku-pelaku ekonomi," ujarnya. "Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan supply dan demand, sehingga memicu kelangkaan," sambungnya. Dr. Made menambahkan, pemerintah perlu mempertimbangkan penerapan sanksi bagi pelanggar agar subsidi LPG 3 kg tepat sasaran, merujuk pada evaluasi kebocoran subsidi seperti pada subsidi listrik dan BBM pertalite. "Penerima subsidi, baik pelaku usaha atau konsumen rumah tangga, selalu mencari peluang untuk menikmati subsidi meskipun mereka tak berhak," jelasnya. Menurutnya, sanksi atas pelanggaran, baik secara moneter maupun sosial, dapat menjadi pertimbangan untuk mengurangi pelanggaran dalam alokasi subsidi. Kelangkaan LPG 3 kg tentu mengganggu aktivitas UMKM. Dr. Made mengingatkan bahwa tidak ada kebijakan yang dapat menjamin efisiensi tanpa celah. Ia menyebutkan, meskipun proses ini memakan waktu, semua pihak perlu mengawal kebijakan ini untuk mendukung efektivitasnya. "Tugas kita bersama adalah membantu pemerintah untuk mengawasi dan wajib melaporkan jika kita melihat ada potensi pelanggaran," pungkasnya. (fathur)
Baca juga:
Saatnya ‘Ngrombo’ Atasi Pelik Sampah di Bali