Search

Home / Sorot / Pemerintahan

Tantangan Program MBG, Serangga Sebagai Menu Alternatif

Dewa Fatur   |    07 Februari 2025    |   21:38:00 WITA

Tantangan Program MBG, Serangga Sebagai Menu Alternatif
Ilustrasi olahan serangga. (Sumber: ist).

SURABAYA, PODIUMNEWS.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan publik setelah Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dandan Hindayana mengusulkan pemanfaatan serangga sebagai menu MBG.

Usulan ini muncul dengan alasan bahwa serangga, seperti belalang dan ulat sagu, memiliki kandungan protein tinggi dan sudah dikonsumsi di beberapa daerah.

Namun, Dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR), Lailatul Muniroh SKM MKes, memberikan pandangannya mengenai potensi dan tantangan implementasi usulan tersebut.

Laila menjelaskan bahwa meski serangga memiliki kandungan gizi yang tinggi, termasuk protein, asam amino esensial, dan asam lemak tak jenuh, terdapat tantangan besar dari segi budaya dan psikologis masyarakat.

"Memang ada beberapa daerah yang terbiasa mengonsumsi serangga. Artinya konsumsi serangga bisa diterima oleh kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak semua daerah menganggap serangga sebagai edible food," jelas Laila dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/2/2025).

Selain itu, Laila menekankan pentingnya memastikan kebijakan MBG ini tidak hanya menjadi program formalitas tanpa manfaat maksimal bagi masyarakat.

"Kebijakan ini harus benar-benar bertujuan untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat," tambahnya.

Terkait dengan kandungan gizi, Laila menyebutkan bahwa per 100 gram serangga mengandung protein lebih tinggi daripada daging sapi dan ayam. Namun, untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut, jumlah atau porsi yang dikonsumsi harus cukup besar.

Laila juga mengungkapkan pentingnya inovasi dalam pengolahan serangga agar dapat diterima masyarakat, seperti dalam bentuk tepung protein serangga yang bisa diolah menjadi berbagai produk makanan.

Selain itu, ada tantangan terkait regulasi dan keamanan pangan.

"Undang-undang pangan kita belum ada penjelasan detail terkait serangga, bagaimana memastikan keamanan pangannya," ujar Laila.

Ia menyebutkan bahwa produk berbasis serangga perlu melalui evaluasi BPOM untuk memastikan keamanan konsumsi.

Penerimaan masyarakat terhadap konsumsi serangga juga menjadi masalah utama.

"Di Indonesia, konsumsi serangga sebagai makanan masih belum umum di sebagian besar masyarakat, meskipun ada beberapa daerah yang sudah terbiasa mengonsumsinya," jelas Laila.

Penerimaan ini dipengaruhi oleh faktor budaya, psikologis, sosial, dan ekonomi.

Sebagai penutup, Laila berharap pemerintah dapat menyusun regulasi yang jelas mengenai konsumsi serangga dan mengedukasi masyarakat tentang manfaatnya.

Ia juga mendorong pengembangan produk berbasis serangga dan mendukung ekosistem budi daya serangga skala UMKM.

"Jangan sampai program MBG ini hanya sekadar menjalankan program, tanpa ada niatan memberikan yang terbaik untuk masyarakat," pungkasnya. (fathur)


Baca juga: Dari Sungai Terkotor, Jadi Cerita Sukses di Bali