Search

Home / Kolom / Opini

Mengurai Akar Premanisme Berkedok Ormas

Editor   |    11 Mei 2025    |   19:09:00 WITA

Mengurai Akar Premanisme Berkedok Ormas
Menot Sukadana. (dok/pribadi)

ORGANISASI kemasyarakatan (Ormas) didirikan dengan cita-cita mulia untuk memberdayakan masyarakat dan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Namun, ironisnya, sebagian Ormas justru menjelma menjadi wadah bagi praktik premanisme, menebar ketakutan dan merugikan berbagai aspek kehidupan, dari ekonomi hingga ketertiban sosial. Mengapa organisasi yang seharusnya menjadi agen perubahan positif ini justru terlibat dalam pemerasan dan intimidasi?  

Ketika Ormas Jadi Alat Premanisme

Premanisme, yang berakar pada pemerasan dan intimidasi, menemukan lahan subur dalam struktur Ormas. Kedok organisasi formal memberikan legitimasi semu, memungkinkan kelompok preman terorganisir untuk melakukan kejahatan ekonomi seperti pemerasan, perampokan, dan penggelapan dengan lebih leluasa. Masyarakat yang melihat potensi positif Ormas sering kali terkecoh oleh citra palsu ini, mempersulit upaya pemberantasan yang efektif.  

Dinamika Sosial-Ekonomi

Akar premanisme dalam Ormas sering kali bersemi dari kesulitan ekonomi dan pengangguran. Ketika peluang kerja layak terbatas, Ormas premanistik menawarkan sumber pendapatan instan melalui pemerasan dan "layanan" paksa. Janji akan penerimaan, pengaruh, dan akses ke keuntungan haram menjadi daya tarik kuat bagi individu yang merasa terpinggirkan. Ketidaksetaraan sosial dan marginalisasi juga memainkan peran krusial, mendorong penduduk lokal yang merasa tidak adil untuk menggunakan Ormas sebagai wadah menyampaikan keluhan atau memeras keuntungan dari pendatang. Tak hanya itu, minimnya pendidikan dan nilai moral juga berkontribusi, membuat individu lebih rentan terhadap pengaruh dan praktik premanistik.  

Jejak Politik dan Kekuasaan

Keterlibatan negara di masa lalu, terutama pada era Orde Baru, turut membentuk lanskap premanisme di Indonesia. Kelompok preman tidak hanya ditoleransi, tetapi juga dimanfaatkan sebagai instrumen kontrol sosial. Warisan ini menciptakan struktur premanisme yang mengakar kuat, di mana Ormas sering kali menjadi alat untuk mobilisasi politik, intimidasi lawan, dan pengerahan pengaruh. Sistem "jatah preman" yang mendistribusikan sumber daya atau kontrol wilayah kepada kelompok premanistik sebagai imbalan dukungan politik semakin memperkuat cengkeraman mereka. Ketergantungan partai politik pada Ormas untuk dukungan akar rumput, dan sebaliknya, menciptakan hubungan simbiosis yang melanggengkan praktik premanistik. Perlindungan dari elit politik dan impunitas yang dirasakan juga menjadi tantangan besar dalam memberantas fenomena ini.  

Penegakan Hukum yang Lemah

Kelemahan dalam kerangka hukum dan penegakannya menjadi faktor signifikan yang memungkinkan premanisme dalam Ormas terus eksis. Definisi hukum yang tidak jelas dan mekanisme penegakan yang tidak memadai mempersulit upaya pemberantasan yang efektif. Tantangan yang dihadapi penegak hukum, termasuk korupsi, kolusi, dan keterbatasan sumber daya, semakin memperburuk situasi. Kurangnya mekanisme pelaporan yang aman dan mudah diakses juga membuat banyak korban pemerasan enggan melapor. Inisiatif pemerintah seperti pembentukan satuan tugas khusus sering kali dipandang sebagai solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar permasalahan.  

Studi Kasus

Perlawanan kuat terhadap premanisme berkedok Ormas di Bali menunjukkan bahwa kesadaran dan kearifan lokal dapat menjadi benteng pertahanan. Penolakan tegas dari tokoh adat dan pemerintah setempat, didukung oleh sistem keamanan tradisional seperti "Pecalang," efektif menghalau pengaruh premanistik.  

Sebaliknya, gangguan dan pemerasan yang dilakukan Ormas di kawasan industri, seperti yang terjadi pada pembangunan pabrik BYD di Subang , menggambarkan dampak negatif premanisme terhadap pembangunan ekonomi. Pemerasan "THR" dan penyegelan pabrik menjadi bukti nyata keresahan pelaku usaha.  

Di Jakarta dan wilayah lain, tingginya kasus premanisme dan tindakan balas dendam Ormas terhadap aparat kepolisian menunjukkan bahwa masalah ini bersifat nasional dan memerlukan penanganan serius. Operasi kepolisian yang berhasil menangkap ribuan pelaku premanisme mengindikasikan skala permasalahan yang meluas.  

Memahami Lebih Dalam

Para ahli sepakat bahwa faktor sosial-ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketidaksetaraan menjadi pendorong utama keterlibatan individu dalam premanisme Ormas. Mereka juga menyoroti dinamika politik dan kekuasaan, di mana Ormas dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan ekonomi. Kelemahan penegakan hukum dan tata kelola yang buruk semakin memperparah situasi, menciptakan impunitas bagi pelaku premanisme.  

Langkah Menuju Perubahan

Mengatasi premanisme berkedok Ormas memerlukan tindakan komprehensif. Memperkuat penegakan hukum dan tata kelola, mengatasi akar masalah sosial-ekonomi , meningkatkan transparansi dan akuntabilitas Ormas, mendorong kolaborasi antar berbagai pihak, serta mengimplementasikan strategi jangka panjang yang berkelanjutan adalah langkah-langkah krusial.  

Saatnya Bertindak Tegas

Premanisme berkedok Ormas adalah masalah serius yang mengancam stabilitas sosial, ekonomi, dan politik Indonesia. Akar masalah yang kompleks memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dan negara. Hanya dengan tindakan tegas, terkoordinasi, dan berkelanjutan, Indonesia dapat membebaskan diri dari cengkeraman premanisme dan mewujudkan masyarakat yang adil, aman, dan sejahtera. (*)

Oleh: Menot Sukadana. (Jurnalis & Pegiat Media)

Baca juga :
  • Darman Dulu Menyalak, Kini Berdansa dengan Kekuasaan
  • Ketika Hukum Berhadapan dengan Usia Senja
  • KIPEM Bali: Jaring Pendatang, Aman Pulau Dewata